Gempa Sektor Finansial
RAMALAN banyak pihak bahwa krisis kredit perumahan di Amerika Serikat (subprime mortgage) masih berdampak panjang ternyata benar. Meski sementara pihak sudah memperkirakan bahwa krisis tersebut akan mengguncang perekonomian dunia, yang terjadi akhir-akhir ini tetap saja mengejutkan. Krisis tersebut telah banyak memakan korban para pelaku sektor finansial di belahan dunia Barat tanpa kecuali. Perusahaan finansial sekelas Citibank pun harus bekerja keras menyelamatkan diri untuk keluar dari krisis, bahkan sampai mengundang investor baru dari luar negeri. Berita kerugian dan penurunan laba secara signifikan terus menghiasi berita ekonomi dan bisnis dunia. Yang mengejutkan, berita buruk tersebut diumumkan oleh lembaga keuangan yang selama ini dianggap sangat sakti dalam percaturan ekonomi dunia.Berita terakhir yang mengguncang sektor finansial Amerika Serikat adalah pengajuan kebangkrutan Lehman Brothers, salah satu perusahaan sekuritas terkemuka. Di masa jayanya, Lehman Brothers selalu dipandang sebagai salah satu penasihat dan konsultan keuangan dunia kelas wahid. Beberapa perusahaan besar di Indonesia pernah memakai jasa mereka untuk melakukan restrukturisasi keuangan. Kabar tersebut tentu merupakan kelanjutan dari berita-berita tidak sedap lain yang sudah keluar sebelumnya dan selalu mengguncang perekonomian dunia, terutama bursa saham. Berita kebangkrutan terjadi di saat tren penurunan harga minyak bumi. Mungkin kita semua akan bingung melihat fenomena harga minyak tersebut. Ketika harga minyak naik mendekati USD150, semua pihak resah dan akhirnya pemerintah harus menaikkan harga BBM bersubsidi yang kemudian diikuti laju inflasi. Ketika harga minyak turun, ternyata kita juga jauh dari rasa lega karena penurunan menyeret penurunan harga beberapa komoditas yang kebetulan menjadi andalan Indonesia seperti kelapa sawit, batu bara, dan bahan tambang lain. Melihat kondisi seperti itu, kesimpulan awalnya adalah perekonomian dunia dalam kondisi turbulensi yang sarat dengan volatilitas. Naik turunnya harga minyak, misalnya, terjadi secara drastis di mana suatu saat harga naik secara cepat seolah tanpa penghalang, namun ketika harga turun juga terjadi secara cepat. Dominannya unsur spekulasi dalam penentuan harga minyak dan komoditas lain merupakan penyebab utama volatilitas perekonomian dunia. Kuatnya unsur spekulasi juga terjadi di pasar uang dan pasar modal. Perilaku spekulasi seperti ini telah menjadi karakteristik dalam perdagangan saham dan komoditas di negara maju seperti Amerika Serikat. Hal itu bahkan telah menjadi simbol kesuksesan beberapa pelaku di bursa, apalagi ditunjang dengan media yang cenderung mengangkat kisah kesuksesan itu-yang terkadang kurang proporsional. Yang tidak diungkap media tentu saja beberapa kisah kegagalan spekulan lain yang jumlahnya mungkin lebih besar daripada yang berhasil. Terlepas dari itu, perilaku spekulasi ini tidak bisa dihilangkan begitu saja. Mungkin yang bisa dikontrol adalah spekulasi yang terlalu berlebihan. Kongres AS pernah mencoba untuk meredam spekulasi harga minyak bumi dan ketika proses tengah berlangsung, kebetulan harga sudah menunjukkan tendensi menurun. Gempa finansial yang melanda Indonesia melalui penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) secara drastis, pelemahan nilai rupiah, serta seretnya likuiditas perbankan tentu tidak bisa hanya dianggap sebagai imbas dari krisis keuangan di AS yang akan hilang begitu saja. Mungkin agak sulit dimengerti mengapa gempa tersebut terjadi di tengah solidnya fundamental makro perekonomian Indonesia seperti laju pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan bisa lebih dari 6 persen tahun ini. Pemerintah dan Bank Indonesia masih harus mewaspadai beberapa indikator makro lain seperti neraca perdagangan yang sempat defisit sebagai akibat menurunnya harga beberapa komoditas ekspor utama Indonesia. Selain itu, yang harus diwaspadai adalah perkembangan cadangan devisa yang mungkin terpakai untuk mempertahankan nilai rupiah, dan tentu laju inflasi yang ternyata tidak mudah dijinakkan oleh kenaikan tingkat bunga yang secara teratur dilakukan oleh BI. Satu hal yang sudah pasti, perekonomian Indonesia mudah mengalami overheating, sehingga inflasi terus melaju seiring peningkatan permintaan kredit. Upaya ekstrakeras perlu dilakukan pemerintah dan BI agar gejala overheating ini bisa cepat-cepat diredam tanpa harus mengorbankan laju pertumbuhan yang sebenarnya menjanjikan. Penurunan IHSG juga harus ditanggapi secara dingin dan dijauhkan dari rasa panik. Dengan fundamental perekonomian yang masih kuat serta fundamental perusahaan-perusahaan yang juga cukup baik, para pelaku diharapkan berpikir jangka panjang. Investor diharapkan tidak terburu-buru melakukan aksi jual, yang hanya akan melemahkan bursa saham Indonesia. Justru saat inilah saat yang tepat untuk mulai membeli saham-saham prospektif dengan harga murah. Adapun bagi perusahaan, inilah saatnya untuk membeli kembali saham-saham mereka. Pelemahan rupiah memang perlu dijaga BI agar tidak menciptakan krisis rupiah itu sendiri. Namun perlu dipertimbangkan juga dampak jangka pendek yang positif, seperti makin kompetitifnya harga komoditas serta menciptakan daya tarik tersendiri bagi investor asing untuk kembali ke bursa Indonesia. Krisis saat ini memberi pelajaran bagi kita bahwa perekonomian nasional harus dijaga secara ketat agar tidak menjadi korban spekulasi yang berlebihan, serta menjauhkan diri dari praktik-praktik bisnis yang tidak sehat meskipun menguntungkan. AS sudah berkali-kali menjadi korban junk bond yang ironisnya menjadi buruan para spekulan. Kali ini krisis subprime mortgage, yang bisa juga dikategorikan junk bond, telah memukul tidak hanya sektor finansial AS, melainkan juga dunia. Paham kapitalisme mungkin membawa manfaat sampai titik tertentu, tapi harus diwaspadai pada keadaan di mana perilaku penganutnya sudah melampaui batas dan cenderung menghalalkan segala cara demi keuntungan. Pelajarannya adalah, ketamakan beberapa pihak bisa menyengsarakan banyak sekali umat manusia di atas bumi ini. PROF BAMBANG BRODJONEGORO Guru Besar dan Dekan FEUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar