Waspada, Google pun Mencuri Data!

JAKARTA – Cara hacker mencuri data semakin canggih, bahkan makin banyak melibatkan mesin pencari seperti Google. Hanya dibutuhkan beberapa detik untuk mengutil nomor Social Security dari situs-situs Web dengan menggunakan metoda pencarian. Begitu ungkap Amichai Shulman (pendiri dan CTO Imperva – perusahaan sekuriti database dan aplikasi). Fakta bahwa nomor Social Security ada di Web adalah kesalahan manusia, sebab informasi tersebut seharusnya tidak dipublikasikan di sana. Namun para hacker telah memanfaatkan Google dalam cara canggih untuk mengotomasikan serangan terhadap situs-situs Web, kata Shulman. Dalam presentasinya di RSA Conference,

Shulman mengatakan bahwa baru-baru ini Imperva menemukan cara untuk mengeksekusi serangan injeksi SQL yang datang dari alamat IP milik Google. Dalam sebuah serangan injeksi SQL, instruksi yang bertujuan jahat dimasukkan ke form berbasis Web dan dijawab oleh aplikasi Web. Ini seringkali menghasilkan informasi sensitif dari database back-end atau digunakan untuk menanamkan kode bertujuan jahat di Web page. Memanipulasi Google memang khususnya disukai para hacker karena sifat anonimnya – bagi hacker maupun engine penyerang yang diotomasikan. Tools seperti Goolag dan Gooscan dapat mengeksekusi pencarian luas di Web untuk menemukan celah-celah kelemahan tertentu dan memberikan daftar situs Web yang memiliki masalah celah kelemahan. “Ini bukan lagi permainan skrip anak-anak – ini bisnis,” kata Shulman. “Ini adalah kemampuan hacking yang sangat hebat.” Metoda serangan lain adalah Google worms, yang menggunakan mesin pencari untuk menemukan celah-celah kelemahan tertentu. Dengan penyertaan kode tambahan, kelemahan itu bisa dieksploitasi. “Pada tahun 2004, hal seperti ini hanyalah fiksi ilmiah. Tahun 2008, ini menjadi kenyataan yang menyakitkan,” tukas Shulman. Google dan mesin-mesin pencari lain sedang mengambil langkah-langkah untuk menghentikan penyalahgunaan tersebut. Google misalnya, telah menghentikan metoda pencarian tertentu yang dapat menghasilkan kumpulan nomor Social Security dalam satu sapuan. Google juga membatasi jumlah permintaan pencarian yang dikirimkan per menit, yang dapat memperlambat pencarian massal bagi situs-situs Web yang memiliki celah kelemahan. Namun sesungguhnya hal ini cuma membuat para hacker harus menjadi sedikit sabar. Membatasi pencarian juga melukai profesional sekuriti yang ingin melakukan pencarian harian otomat terhadap masalah di situs-situs Web-nya, begitu kata Shulman.
Jenis serangan lain adalah "site masking," yang menyebabkan sebuah situs Web yang legal lenyap dari hasil pencarian. Jika menemukan situs-situs yang isinya sama, mesin pencari Google memang akan membuang salah satunya dari indeks hasil pencarian.
Kondisi ini dimanfaatkan para hacker dengan menciptakan sebuah situs Web yang memiliki tautan ke halaman Web kompetitor tetapi difilter melalui proxy server. Google melakukan indeks konten di bawah domain proxy. Jika ini dilakukan beberapa kali dengan lebih banyak proxy server, Google akan menganggap halaman Web yang dituju sebagai duplikat, lalu mengeluarkannya dari indeks. Salah satu cara yang bisa dilakukan administrator situs Web, menurut Shulman, adalah melindungi situs Web-nya dari diindeks selain oleh alamat IP legal dari sebuah mesin pencari. Nah para pengguna, selalulah waspada selalu saat menggunakan mesin pencari.
WIEK - Kompas.co.id

Read More......

menjalankan bisnis

Perusahaan dalam menjalankan bisnisnya selalu berusaha untuk mengembangkan usahanya dengan berbagai cara, yaitu salah satunya dengan membuka cabang di berbagai tempat dan selalu berusaha meningkatkan penjualannya. Adapun beberapa alternatif untuk melakukan perluasan atau expansi bisnis adalah dengan bergabung dengan perusahaan lain atau membeli perusahaan lainnya yang sejenis maupun berbeda bisnis. Tujuan dari penggabungan atau membeli perusahaan sejenis selain untuk tujuan perluasan adalah untuk mencapai efisiensi bisnis, menjadikannya lebih kompetitif,

serta tentunya untuk meningkatkan keuntungan atau profit perusahaan. Perluasan bisnis dapat dilakukan dalam beberapa metode, yaitu sebagai berikut : 1. Merger Atau Penggabungan Merger adalah penggabungan dari dua atau lebih perusahaan menjadi satu kesatuan yang terpadu. Perusahaan yang dominan dibanding dengan perusahaan yang lain akan tetap mempertahankan identitasnya, sedangkan yang lemah akan mengaburkan identitas yang dimilikinya. jenis-jenis merger : o Merger Vertikal. Perusahaan masih dalam satu industri tetapi beda level atau tingkat operasional. Contoh : Restoran cepat saji menggabungkan diri dengan perusahaan peternakan ayam. o Merger Horisontal Perusahaan dalam satu industri membeli perusahaan di level operasi yang sama. Contoh : pabrik komputer gabung dengan pabrik komputer. o Merger Konglomerasi Tidak ada hubungan industri pada perusahaan yang diakuisisi. Bertujuan untuk meningkatkan profit perusahaan dari berbagai sumber atau unit bisnis. Contoh : perusahaan pengobatan alternatif bergabung dengan perusahaan operator telepon seluler nirkabel. 2. Akuisisi Akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau oleh kelompok investor. Akuisisi sering digunakan untuk menjaga ketersediaan pasokan bahan baku atau jaminan produk akan diserap oleh pasar. Contoh : Aqua diakuisisi oleh Danone, Pizza Hut oleh Coca-Cola, dan lain-lain. 3. Hostile Take Over atau Pengambil Alihan Secara Paksa Hostile take over adalah suatu tindakan akuisisi yang dilakukan secara paksa yang biasanya dilakukan dengan cara membuka penawaran atas saham perusahaan yang ingin dikuasai di pasar modal dengan harga di atas harga pasar. Pengambilalihan secara paksa biasanya diikuti oleh pemecatan karyawan dan manajer untuk diganti orang baru untuk melakukan efisiensi pada operasional perusahaan. 4. Leverage Buyout Leverage buy out adalah teknik pengusaan perusahaan dengan metode pinjaman atau utang yang digunakan pihak manajemen untuk membeli perusahaan lain. Terkadang suatu perusahaan target dapat dimiliki tanpa modal awal yang besar. Perluasan usaha adalah bagian dari strategi bisnis untuk itu diperlukan analisis usaha yang dijalankan oleh perusahaan tersebut. Analisis industri diperlukan dalam merencanakan bisnis strategi, salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah lingkungan umum. Komponen dalam lingkungan umum dalam analisis industri adalah terdiri dari : a. Industry environment i. Demographic ii. Economic iii. sociocultural b. Competitive environment i. Political/legal ii. Technological iii. Global

Read More......

Mencetak Jantung dengan Printer Inkjet

JAKARTA, JUMAT – Mengagumkan sekali upaya profesor Makoto Nakamura. Profesor dari sekolah sains dan teknologi bidang riset di Universitas Toyama Jepang ini telah berhasil membuat printer inkjet-nya mengeluarkan sel-sel. Nantinya ia berharap dapat mencetak ribuan sel per detik dan membangunnya menjadi organ tiga dimensi. Nakamura bertekad untuk mencetak sebuah jantung dari printer inkjet. Ia mengatakan, butuh 20 tahun untuk mengembangkan sebuah jantung,

dan jika ini tercapai ia akan memproduksi “jantung-jantung bagus” secara massal untuk para pasien yang sedang menanti giliran transplantasi. Saat ini Nakamura sudah berhasil membangun sebuah tabung dengan sel-sel hidup yang setipis rambut manusia. Ia termotivasi untuk membangun mesin pencetak sel karena frustrasi menyaksikan anak-anak dengan jantung bermasalah meninggal. Terobosan diperolehnya ketika ia mendapatkan bahwa tetesan dari printer inkjet sama besarnya dengan sel-sel manusia. Pada tahun 2002 ia meminjam sebuah printer Epson dari tempat kerjanya dan mencoba mengeluarkan sel-sel dari printer tersebut. Namun nozzle inkjet kemudian tersumbat. Ia lalu menelepon customer service Epson tetapi tidak mendapatkan solusi tentang apa yang harus dilakukan jika ada bahan organik tersumbat di nozzle. Setelah menelepon beberapa kali, Nakamura terhubung dengan seorang pejabat Epson yang tertarik dengan proyeknya dan sepakat untuk memberinya dukungan teknis. Setahun kemudian ia bisa menghasilkan sel-sel dari sebuah proses cetak. WIEK - kompas online

Read More......

PDB is Positioning, Differentiation and Brand

INTI dari marketing sebenarnya adalah Positioning, Differentiation, dan Brand (PDB). Ya, marketing itu bukan sekadar Marketing-Mix atau yang dikenal juga sebagai 4P (product-price-place-promotion). Sebab, marketing-mix tanpa PDB jadinya bersifat komoditas dan me-too saja, bisa dengan mudah ditiru oleh pesaing. Juga bukan Segmentation-Targeting-Positioning (STP) semata, walaupun ini juga penting. Sebab, Positioning yang tidak didukung Differentiation yang solid akan percuma.

Cuma sekadar janji kosong. Banyak orang yang juga masih salah paham, dikiranya marketing itu identik dengan Selling. Karena banyak orang yang kerjaannya jualan (selling), tapi di kartu namanya tertera posisi sebagai marketing. Lebih repot lagi ketika orang mulai menganggap bahwa marketing adalah A&P alias Advertising and Promotion. Orang jadi takut mendengar istilah marketing, karena kuatir akan menghabiskan banyak uang namun hasilnya belum jelas, spend money for nothing. Belum lagi kekacauan pengertian Marketing Public Relations (MPR), di mana public relations (PR) seolah-olah untuk membangun citra (image), sementara marketing untuk jualannya. Event-event MPR mesti ada sponsorship plus berjualan langsung di tempat. Bagi saya, itu semua salah kaprah. Saya sendiri dalam buku-buku yang saya tulis dengan Philip Kotler selalu mengatakan bahwa yang namanya Marketing itu sebenarnya ada 9 elemen—yang terdiri dari 3 elemen Strategi, 3 elemen Taktik, dan 3 elemen Value—dengan PDB sebagai intinya. Tiga elemen Strategi adalah Segmentation, Targeting, dan Positioning (STP), dengan Positioning sebagai intinya. Tiga elemen Taktik adalah Differentiation, Marketing-Mix, dan Selling (DMS), dengan Differentiation sebagai intinya. Sementara tiga elemen Value adalah Brand, Service, dan Process (BSP), dengan Brand sebagai intinya. Inti strategi marketing dari sebuah perusahaan mencakup PDB ini. Pertama adalah bagaimana kita mampu secara tepat memposisikan produk, merek, atau perusahaan kita di benak pelanggan. Kedua, bagaimana kita bisa menopang positioning yang tepat ini dengan diferensiasi yang kokoh. Dan ketiga, kalau kita sudah mampu memposisikan diri secara tepat dan mem-back-up-nya dengan diferensiasi yang kokoh, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana kita membangun brand kita secara berkelanjutan. Walaupun intinya memang PDB, namun kesembilan elemen marketing tadi tetap memiliki peran masing-masing yang tidak kalah pentingnya. Sebuah program marketing haruslah tetap mempraktikkan kesembilan elemen itu secara komprehensif, tanpa kecuali. Artinya, suatu pernyataan positioning harus sesuai dengan segmen yang ditetapkan dan sesuai dengan target yang dituju. Juga, differentiation harus tetap diterjemahkan secara kreatif ke dalam marketing-mix dan dipahami oleh para salesman. Begitu pula brand value harus terus ditingkatkan oleh servis yang memuaskan dan process yang efisien. Jadi, PDB memang harus kuat, namun tetap tidak boleh terpisah dari elemen lainnya. Sekarang ini sudah banyak orang dari berbagai kalangan non-bisnis seperti artis, politisi, akademisi, dan sebagainya yang menggunakan PDB. Model ini memang sederhana tapi solid sehingga bisa diterapkan oleh banyak orang yang awam marketing sekali pun. Saya sendiri selalu menggunakan PDB ini pada berbagai kesempatan, bukan cuma di Indonesia tapi juga di luar negeri. Misalnya ketika saya mengajar di Nanyang Business School Singapura, Universiti Putra Malaysia tempat saya kebetulan juga jadi Adjunct Professor, dan juga di University of St. Gallen Swiss. Atau seperti ketika saya mengajar di Sekolah Staf Perwira Tinggi (Sespati) Polri dan Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) untuk diplomat-diplomat di Departemen Luar Negeri. Semua kasus sukses kalau dianalisis pasti ada PDB yang solid, baik pelakunya melakukannya secara sengaja atau tanpa sengaja, baik ia mengerti atau tidak mengerti teorinya. Itu tidak terlalu penting. Yang lebih penting ia sudah menerapkan PDB ini, baik diakui maupun tidak. Di Indonesia, kasus-kasus marketing yang sukses seperti Lux, Lifebuoy, Toyota Kijang terlihat memiliki PDB yang solid. Sementara, kasus Timor menunjukkan bahwa perusahaan ini gagal karena PDB-nya tidak jelas. Perumusan positioning sebagai mobil nasional ternyata tidak didukung oleh diferensiasi yang kuat. Selain itu, kondisi politik waktu itu juga cukup berpengaruh. Jadi, sengaja atau tidak, sadar atau tidak, bahkan tahu atau tidak, tapi di balik semua kisah sukses di era Legacy Marketing saja pasti ada PDB yang solid. Apalagi di era New Wave Marketing saat ini. --- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas -- Hermawan Kartajaya

Read More......

Celah di Situs Pajak Sebuah Kesalahan Besar

Jakarta - Celah di situs pajak terkait NPWP memungkinkan orang lain melihat data registrasi wajib pajak, termasuk nomor telepon, nomor Kartu Tanda Penduduk, alamat hingga jenis usaha wajib pajak. Dari sisi rekayasa perangkat lunak (software engineering), menurut Romi Satria Wahono, pendiri situs IlmuKomputer.com dan peneliti di LIPI, ini adalah kesalahan besar yang dilakukan sebuah institusi karena tidak mendesain software dengan baik. "Desain sistemnya kurang memperhatikan bagaimana mengamankan data. Ada kemungkinan malah software dibangun tanpa desain atau requirement yang jelas," jelasnya kepada detikINET,

Kamis (16/10/2008). Seharusnya, lanjut Romi, ada sistem otentikasi yang diatur berdasarkan level pengguna. Artinya, ada implementasi dalam bentuk login dan password bagi pengguna yang dibuat berdasarkan level, misalnya level pengguna, admin untuk petugas, level approval untuk pejabat internal ditjen pajak dan sebagainya. Menurut analisa Romi, situs pajak.go.id ini memiliki beberapa kelemahan di fitur. "Situs ini tidak mengatur otentikasi sampai ke dalam, mungkin hanya di halaman muka saja. Terlewat mungkin oleh developernya," terangnya lagi. Salah satu permasalahan umum di Indonesia adalah desain software tidak dibuat dengan baik. Alasannya beragam, salah satunya karena mengejar waktu tayang. "Kadang kesalahan bukan di developernya, tapi di institusi pemerintah yang ingin cepat selesai. Nganggep software bisa cepat dibuat," tukasnya. Alasan lainnya adalah karena kualitas SDM (developer) yang tidak bagus. Mereka bisa jadi membuat programnya secara asal-asalan. Software development seharusnya melewati beberapa fase: Requirement Analysis, Design, Coding lalu Testing. Untuk mengakselerasi software development process biasanya langsung coding saja, fase lainnya tidak dilakukan. ( dwn / wsh )- okenet

Read More......

How to Perform SWOT Analysis

by Tim Berry

The SWOT analysis is a valuable step in your situational analysis. Assessing your firm’s strengths, weaknesses, market opportunities, and threats through a SWOT analysis is a very simple process that can offer powerful insight into the potential and critical issues affecting a venture.
SWOT Chart


The SWOT analysis begins by conducting an inventory of internal strengths and weaknesses in your organization. You will then note the external opportunities and threats that may affect the organization, based on your market and the overall environment. Don’t be concerned about elaborating on these topics at this stage; bullet points may be the best way to begin. Capture the factors you believe are relevant in each of the four areas. You will want to review what you have noted here as you work through your marketing plan. The primary purpose of the SWOT analysis is to identify and assign each significant factor, positive and negative, to one of the four categories, allowing you to take an objective look at your business. The SWOT analysis will be a useful tool in developing and confirming your goals and your marketing strategy.
Some experts suggest that you first consider outlining the external opportunities and threats before the strengths and weaknesses. Marketing Plan Pro will allow you to complete your SWOT analysis in whatever order works best for you. In either situation, you will want to review all four areas in detail.
Strengths
Strengths describe the positive attributes, tangible and intangible, internal to your organization. They are within your control. What do you do well? What resources do you have? What advantages do you have over your competition?
You may want to evaluate your strengths by area, such as marketing, finance, manufacturing, and organizational structure. Strengths include the positive attributes of the people involved in the business, including their knowledge, backgrounds, education, credentials, contacts, reputations, or the skills they bring. Strengths also include tangible assets such as available capital, equipment, credit, established customers, existing channels of distribution, copyrighted materials, patents, information and processing systems, and other valuable resources within the business.
Strengths capture the positive aspects internal to your business that add value or offer you a competitive advantage. This is your opportunity to remind yourself of the value existing within your business.
Weaknesses
Note the weaknesses within your business. Weaknesses are factors that are within your control that detract from your ability to obtain or maintain a competitive edge. Which areas might you improve?
Weaknesses might include lack of expertise, limited resources, lack of access to skills or technology, inferior service offerings, or the poor location of your business. These are factors that are under your control, but for a variety of reasons, are in need of improvement to effectively accomplish your marketing objectives.
Weaknesses capture the negative aspects internal to your business that detract from the value you offer, or place you at a competitive disadvantage. These are areas you need to enhance in order to compete with your best competitor. The more accurately you identify your weaknesses, the more valuable the SWOT will be for your assessment.
Opportunities
Opportunities assess the external attractive factors that represent the reason for your business to exist and prosper. These are external to your business. What opportunities exist in your market, or in the environment, from which you hope to benefit?
These opportunities reflect the potential you can realize through implementing your marketing strategies. Opportunities may be the result of market growth, lifestyle changes, resolution of problems associated with current situations, positive market perceptions about your business, or the ability to offer greater value that will create a demand for your services. If it is relevant, place timeframes around the opportunities. Does it represent an ongoing opportunity, or is it a window of opportunity? How critical is your timing?
Opportunities are external to your business. If you have identified “opportunities” that are internal to the organization and within your control, you will want to classify them as strengths.
Threats
What factors are potential threats to your business? Threats include factors beyond your control that could place your marketing strategy, or the business itself, at risk. These are also external – you have no control over them, but you may benefit by having contingency plans to address them if they should occur.
A threat is a challenge created by an unfavorable trend or development that may lead to deteriorating revenues or profits. Competition – existing or potential – is always a threat. Other threats may include intolerable price increases by suppliers, governmental regulation, economic downturns, devastating media or press coverage, a shift in consumer behavior that reduces your sales, or the introduction of a “leap-frog” technology that may make your products, equipment, or services obsolete. What situations might threaten your marketing efforts? Get your worst fears on the table. Part of this list may be speculative in nature, and still add value to your SWOT analysis.
It may be valuable to classify your threats according to their “seriousness” and “probability of occurrence.”
The better you are at identifying potential threats, the more likely you can position yourself to proactively plan for and respond to them. You will be looking back at these threats when you consider your contingency plans.
The implications
The internal strengths and weaknesses, compared to the external opportunities and threats, can offer additional insight into the condition and potential of the business. How can you use the strengths to better take advantage of the opportunities ahead and minimize the harm that threats may introduce if they become a reality? How can weaknesses be minimized or eliminated? The true value of the SWOT analysis is in bringing this information together, to assess the most promising opportunities, and the most crucial issues.
An example
AMT is a computer store in a medium-sized market in the United States. Lately it has suffered through a steady business decline, caused mainly by increasing competition from larger office products stores with national brand names. The following is the SWOT analysis included in its marketing plan.
SWOT Chart
Strengths
  1. Knowledge. Our competitors are retailers, pushing boxes. We know systems, networks, connectivity, programming, all the Value Added Resellers (VARs), and data management.
  2. Relationship selling. We get to know our customers, one by one. Our direct sales force maintains a relationship.
  3. History. We’ve been in our town forever. We have the loyalty of customers and vendors. We are local.
Weaknesses
  1. Costs. The chain stores have better economics. Their per-unit costs of selling are quite low. They aren’t offering what we offer in terms of knowledgeable selling, but their cost per square foot and per dollar of sales are much lower.
  2. Price and volume. The major stores pushing boxes can afford to sell for less. Their component costs are less and they benefit from volume buying with the main vendors.
  3. Brand power. Take one look at their full-page advertising, in color, in the Sunday paper. We can’t match that. We don’t have the national name that flows into national advertising.
Opportunities
  1. Local area networks. LANs are becoming commonplace in small businesses, and even in home offices. Businesses today assume LANs are part of normal office work. This is an opportunity for us because LANs are much more knowledge and service intensive than the standard off-the-shelf PC.
  2. The Internet. The increasing opportunities of the Internet offer us another area of strength in comparison to the box-on-the-shelf major chain stores. Our customers want more help with the Internet and we are in a better position to give it to them.
  3. Training. The major stores don’t provide training, but as systems become more complicated with LAN and Internet usage, training is more in demand. This is particularly true of our main target markets.
  4. Service. As our target market needs more service, our competitors are less likely than ever to provide it. Their business model doesn’t include service, just selling the boxes.
Threats
  1. The computer as appliance. Volume buying and selling of computers as products in boxes, supposedly not needing support, training, connectivity services, etc. As people think of the computer in those terms, they think they need our service orientation less.
  2. The larger price-oriented store. When they have huge advertisements of low prices in the newspaper, our customers think we are not giving them good value.
You can also review an example of a SWOT analysis within the online sample marketing plans available at www.mplans.com.
Leveraging the insight the SWOT analysis can bring is time well invested.

Read More......

Sukses Berkat Kejujuran - Soebronto Laras

INILAH.COM, Jakarta – Dari sebuah perusahaan nyaris bangkrut, dia merakit Indomobil Niaga International menjadi usaha dengan omset Rp 150 miliar setahun. Baginya, kejujuran dan integritas adalah dua hal yang tak terpisahkan kepentingannya.
Tak semua chief executive officer (CEO) masih terlibat aktif di setiap kegiatan perusahannya dalam usia 60-an tahun. Soebronto Laras, Presiden Direktur Indomobil Niaga International (INI), termasuk salah satunya. Dia memimpin perusahaan otomotif besar itu dengan satu prinsip: kejujuran.

“Kejujuran adalah fondasi kuat untuk menciptakan perusahaan besar. Saya orangnya simpel. Saya berkomunikasi dengan siapa saja di perusahaan. Saya terlibat segala sesuatu. Saya mempunyuai slogan hidup. Saya willing to be visionary, saya selalu berpikir dan melihat ke depan. Saya mencoba memperkenalkan kejujuran dan integritas. Itu penting. Jangan lihat ke belakang. Saya sudah 35 tahun di bisnis ini." ujar Soebronto Laras.
Dia memang berasal dari keluarga pedagang otomotif. Ayahnya, R. Moerdowo adalah importir mobil Citroen, Tempo, dan Combi, sejak 1949. Setamat SMA, 1964, Yonto, panggilan Soebronto, melanjutkan studi rekayasa mesin di Paisley College for Technology, Inggris. Kemudian ia melanjutkan di Hendon College for Business Management, di negeri yang sama.
Selagi di sanalah, ia bergaul akrab denga Roesmin Noerjadin (mantan Menteri Perhubungan), dan Benny Moerdani (mantan Pangab). Di Inggris, Yonto sempat menjadi staf lokal Atase Pertahanan KBRI di London.
Kembali dari sana, 1972, anak kedua dari empat bersaudara ini berkenalan dengan Atang Latief, pemilik Bank Indonesia Raya dan sejumlah kasino. Bahkan Yonto menjadi orang kepercayaan Atang. Ia menjabat Direktur PT First Chemical Industry, yang bergerak dalam bidang formika, alat-alat plastik, dan perakitan kalkulator.
Empat tahun kemudian ia menjadi dirut perusahaan perakitan motor mobil Suzuki. Dari sebuah perusahaan yang nyaris bangkrut, sekarang berdiri megah perusahaan dengan omset per tahun Rp 150 miliar dan aset Rp 90 miliar.
"Semua ini berkat kerja sama seluruh karyawan," kata pria yang berusia 65 tahun ini merendah. Sejak 1981 bisnisnya bertambah kuat dengan masuknya Grup Salim. Pada 1984, ia menjadi Dirut PT National Motors Co. dan PT Unicor Prima Motor, perakit mobil Mazda, Hino, dan sepeda motor Binter.
Obsesi Soebronto untuk memberikan kontribusi bagi negeri ini, sudah banyak diwujudkannya. Tahun 2008 ini, lewat Suzuki, Yonto mengeluarkan sebuah mobil jagoannya, yaitu Suzuki NeoBaleno.
Tampilan Neo Baleno merupakan metamorfosis dari SX4. Tak salah jika di pasar India, kendaraan tersebut masuk kategori varian SX4 sedan. Di Indonesia ‘peranakan’ SX4 itu dilabeli nama Neo Baleno.
"Pilihan nama itu sudah melalui proses studi di pasar sedan. Kami tidak mau pakai nama SX4 atau sedan Crossover. Pertimbangan ini juga untuk memperkuat imej," katanya.
Pilihan nama itu pun untuk memperluas pangsa pasar konsumen otomotif yang ingin dibidik. Dulu, kesan sedan adalah hanya untuk pasar kalangan orang tua. Perpaduan sedan dengan mobil hatchback SX4 ini, memungkinkan kalangan itu untuk jatuh hati. Begitu pun dengan pangsa pasar pembeli otomotif dari kalangan anak muda.
Yang menarik dari Neo Baleno ini adalah perubahan segmen dari kelas small sedan menjadi mid sedan. "Tampilan Revolution to Perfection menjadikan Neo Baleno sejajar dengan Toyota Corolla Altis karena kendaraan itu merupakan sedan dengan segmen kelas lebih tinggi dibandingkan Vios atau City," ucap Soebronto.
Yonto tak hanya sibuk berusaha. Dia juga membagi waktu untuk aktivitas sosial. Di kalangan olahraga, dia aktif. Yonto pernah jadi pengurus di Ikatan Motor Indonesia (IMI), Persatuan Tenis Lapangan Indonesia (Pelti), hingga Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI).
Tak usah heran. Dulu, dia memang penggila olahraga. Di masa remaja, dia ikut balapan motor bersama rekan-rekannya, termasuk Tinton Soeprapto. Dia juga suka bersepeda. “Waktu umur saya 14 tahun, saya suka bersepeda bersama almarhum Sophan Sophian dari Jalan Sudirman sampai ke Kebayoran baru lewat Prapanca. Jaraknya puluhan kilometer. Itu masa kecil yang tidak bisa saya lupakan," kenangnya.
Yonto yang menikah dengan Herlia Emmi Yani, putri almarhum Jenderal Ahmad Yani dan dikaruniai dua orang anak. Ia mengaku, di balik kesuksesannya sebagai pemimpin perusahan besar, ia menyesal tak bisa meluangkan waktu banyak bagi keluarganya.
"Karena kesibukan saya, saya memang merasa seperti tidak mempunyai waktu bagi keluarga. Tapi setiap ada waktu saya suka menjemput cucu saya sepulang sekolah dan mengantar dia ke toko buku untuk membeli buku favoritnya. Tapi yang jelas komunikasi itu penting," ungkapnya. [I4] - by : Augusta B Sirait

Read More......

Nokia Communicator Dengan Touch Screen

by Sangokushi
Seiring dengan berkembangnya teknologi, terutama di bidang layar sentuh, Nokia akhirnya memutuskan untuk menghadirkan seri Communicator dengan teknologi touch screen seperti yang bisa anda lihat pada contoh gambar dibawah ini.
Handheld ini masih berupa contoh produk dan sepertinya akan diarahkan sebagai penerus E90. Seperti yang bisa anda lihat, nantinya layar bagian dalam Communicator ini akan mendapatkan sentuhan touch screen. Sayangnya tidak banyak informasi yang tersedia saat ini, jadi mari kita tunggu kehadiran Communicator baru ini bersama-sama. Sumber : disitu

Read More......

Krisis Keuangan, Belajar dari Sejarah

Nurfajri Budi Nugroho - Okezone Krisis keuangan kembali menghantam dunia. Krisis kali ini diawali oleh kekacauan pada pasar kredit, yang meluas hingga mengacaukan stabilitas di pasas modal. Kini, tak kurang beratus-ratus dana talangan dikucurkan pemerintah sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, Rusia, dan Jepang. Krisis keuangan pernah beberapa kali menghantam perekonomian dunia. Seharusnya, krisis yang pernah terjadi sebelumnya bisa dijadikan pelajaran untuk mengatasi krisis yang terjadi saat ini. Dikutip dari BBC, beberapa pelajaran yang bisa diambil antara lain: pertama, globalisasi telah meningkatkan frekuensi dan penyebaran krisis keuangan; kedua, intervensi sejak awal oleh bank sentral cukup efektif membatasi perluasan krisis, dibandingkan intervensi yang datang terlambat; ketiga, untuk saat ini sulit diprediksi apakah krisis akan memperluas konsekuensi dari perekonomian. Berikut catatan krisis yang pernah terjadi, dalam hitungan mundur:

Kehancuran Bisnis Dot.Com, 2000 Selama akhir 1990-an, bursa saham dibohongi oleh pertumbuhan perusahaan internet seperti Amazon dan AOL, yang seakan-akan menjadi mengantarkan dunia kepada era baru perekonomian. Steve Case, bos AOL, saat mengumumkan pembelian Time WarnerSaham-saham perusahaan dot com melambung tinggi saat listing di bursa Nasdaq, meski kenyataannya hanya sedikit perusahaan yang menghasilkan laba. Guncangan mencapai puncaknya ketika AOL membeli perusahaan media tradisional Time Warner seharga USD200 miliar pada Januari 2000. Namun pada Maret 2000, gelembung bisnis dot com pecah, dan membuat indeks Nasdaq jatuh hingga 78 persen pada Oktober 2002. Krisis perekonomian terus memburuk, yang diikuti kejatuhan investasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Krisis itu semakin diperburuk oleh serangan 11 September, yang juga membuat pasar keuangan ditutup untuk beberapa waktu. Long-Term Capital Management, 1998 Kolapsnya perusahaan dana lindung nilai (hedge fund) Long-Term Capital Market *LTCM) terjadi selama tahap akhir krisis keuangan dunia, yang dimulai di Asia pada 1997 dan meluas ke Rusia dan Brasil pada 1998. LTCM merupakan perusahaan hedge fund yang didirikan pemenang Nobel Myron Scholes dan Robert Merton untuk menjual-belikan oblikasi. Kedua profesor itu yakin dalam jangka panjang, suku bunga obligasi pemerintahan yang berbeda akan saling konvergen (menyatu), dan perusahaan dana lindung nilai hanya memperjualbelikan perbedaan tingkat suku bunga ini saja. John Meriwether, bos LTCMNamun ketika Rusia gagal membayar obligasinya pada Agustus 1998, investor melarikan modalnya ke obligasi Departemen Keuangan AS. Akibatnya, perbedaan suku bunga di antara obligasi yang ada meningkat tajam. LTCM yang telah meminjam banyak uang dari perusahaan lain, akhirnya mengalami rugi miliaran dolar. Dan dalam rangka untuk melikuidasi posisinya, perusahaan itu menjual obligasi Departemen Keuangan AS, dan membuat pasar kredit AS terperosok dan memaksa kenaikan tingkat suku bunga. Upaya penyelamatan kemudian dilakukan Bank Sentral AS (The Fed) dengan mendorong bank-bank terkemuka di AS, yang kebanyakan memiliki investasi di LTCM, untuk menaruh dana senilai USD3,6 miliar guna menyelamatkan persahaan itu dari kolaps. The Fed pun kemudian memangkas suku bunganya pada Oktober 1998, dan pasar kemudian kembali stabil. LTCM sendiri kemudian dilikuidasi pada 2000. Krisis 1987 Pasar saham AS menderita kejatuhan terbesar dalam sehari pada 19 Oktober 1987, saat indeks Dow Jones terpuruk 22 persen, yang diikuti pasar Eropa dan Jepang. Kerugian dipicu meluasnya keyakinan bahwa para pelaku insider trading dan pengambilalihan perusahaan menggunakan dana hasil utang telah mendominasi pasar, di saat perekonomian AS memasuki perlambatan ekonomi. Saat itu muncul pula kekhawatiran nilai dolar yang terus menurun di pasar internasional. Ketakutan terus tumbuh saat jerman menaikkan suku bunganya, dan mendorong nilai mata uangnya naik. Sistem perdagangan terkomputerisasi yang baru diperkenalkan turut memperparah kejatuhan pasar saham, lantaran perintah penjualan dilakukan secara automatis. Krisis ini menunjukkan bahwa pasar saham global saat ini saling terhubung, dan perubahan ekonomi di satu negara dapat mempengaruhi pasar di seluruh dunia. Aturan mengenai insider trading juga diperketat di AS dan Inggris. Skandal Tabungan dan Pinjaman AS, 1985 Lembaga simpanan dan pinjaman AS merupakan bank lokal yang memberikan pinjaman rumah tangga dan mengambil simpanan dari investor ritel, mirip dengan institusi pengembangan masyarakat di Inggris. Di bawah deregulasi keuangan pada 1980-an, bank-bank lokal ini diperbolehkan terlibat lebih jauh, dan terkadang tidak bijak, untuk melakukan transaksi keuangan dan bersaing dengan bank komersial besar. Pada 1985, banyak dari lembaga itu bankrut. Penarikan dana besar-besaran terjadi pada lembaga simpan-pinjam di Ohio dan Maryland. Pemerintah AS pun akhirnya menjamin sipanan dan terdapat kewajiban keuangan yang besar ketika mereka kolaps. Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan Resolution Trust Company untuk mengambil alih dan menjual aset institusi simpan-pinjam. Krisis 1929 Krisis yang terjadi pada 1929 -dikenal dengan Black Thursday- merupakan kejadian yang membuat perekonomian AS dan global berada dalam kekacauan, dan menimbulkan Great Depression pada 1930-an. Setelah meningkatnya aksi spekulatif pada akhir 1920-an, terutama oleh kenaikan industri seperti penyiaran radioa dan pembuat mobil, harga saham jatuh hingga 13 persen pada Kamis 24 Oktober. Franklin D RooseveltMeskipun telah ada upaya dari otoritas pasar modal untuk menstabilkan pasar, harga saham jatuh 11 persen pada Selasa 29 Oktober. Saat itu, pasar mencapai titik terendahnya pada 1932, di mana 90 persen nilai saham telah hilang. Butuh waktu 25 tahun sampai akhirnya Dow Jones pulih ke level sebelum 1929. Dampak kehancuran itu terhadap sektor riil sangat beragam, di mana kehilangan kepemilihan saham yang meluas berarti kerugian yang dialami konsumen kelas menengah. Konsumen mengurangi belanjanya seperti mobil dan rumah, sementara sektor bisnis menunda investasi dan menutup pabrik mereka. Pada 1932, perekonomian AS turun hingga separuhnya, dan sepertiga angkatan kerja menjadi pengangguran. Seluruh sistem keuangan AS juga hancur, dengan ditutupnya seluruh sistem perbankan pada 1933 oleh presiden yang baru naik, Franklin Roosevelt. Saat itu Roosevelt mengeluarkan kebijakan New Deal. Overend & Gurney, 1866; dan Barings, 1890 Kegagalan bank utama di London pada 1866 membawa perubahan penting dalam peran bank sentral dalam menangani krisis keuangan. Overend and Gurney merupakan bank diskon yang menyediakan uang bagi bank komersil dan ritel di London, pusat keuangan dunia saat itu. Saat bank itu menyatakan bankrut pada 1866, banyak bank yang lebih kecil tidak bisa memperoleh dana dan turut bangkrut, meski mereka memiliki solvabilitas. Bank of EnglandAkibatnya, reformis seperti Walter Bagehot menyerukan peran baru bagi Bank of England sebagai "lender of last resort" untuk menyediakan likuiditas (cash) ke sistem kuangan selama krisis, guna mencegah kejatuhan satu bank yang akan berefek pada yang lainnya (kegagalan sistemik). Doktrin baru itu diterapkan pada Krisis Barings pada 1890, ketika kerugian yang dialami bank ternama Inggris, Barings, mengalami kerugian investasi di Argentina, dan ditalangi oleh Bank of England untuk mencegah kebangkrutan sistemik pada perbankan Inggris. Negosiasi rahasia oleh Bank of England dan para pelaku keuangan di London memunculkan kesepakatan dana penyelamatan pada November 1890, sebelum jumlah kerugian Barings diketahui publik. (jri) okezone

Read More......

Darth Vader vs. Master Yoda: The Greatest Battle

MASIH ingatkah Anda akan tulisan saya terdahulu tentang film “Star Wars”? Film “Star Wars” memang bisa jadi ilustrasi bahwa di era New Wave Marketing yang seperti galaksi tanpa batas ini, kemenangan pada akhirnya bukan selalu berada di pihak yang penampilan luarnya tampak unggul. Seseorang bisa saja punya physical quotient (PQ) yang tinggi. Ia rajin menjaga kesehatan dan kebugaran tubuhnya dengan berolahraga dan melakukan diet. Namun, bukan berarti orang dengan PQ tinggi itu selalu bisa jadi pemenang.

Lihat saja di film “Star Wars” itu. Tokoh antagonisnya, Darth Vader, secara fisik tampak jauh lebih unggul. Badannya tinggi besar. Ia kelihatan sangat kuat dengan memakai baju dan topeng baja hitamnya. Sedangkan tokoh baiknya, Master Yoda, secara fisik sangat kecil dan bertampang jelek. Penampilannya sangat tidak meyakinkan, tidak nampak seperti seorang jagoan.
Namun, bisa kita lihat bahwa Master Yoda punya keunggulan lain dibanding Darth Vader di luar aspek PQ tadi. Keunggulan ini terletak pada aspek intelijensi emosional (EQ) dan intelijensi spiritual (SQ) si Master Yoda. Kalau soal IQ, kedua tokoh ini bisa dibilang relatif seimbang. Mereka sama-sama pintar dan brilian. Sementara dalam soal EQ, Master Yoda lebih unggul.
EQ memang lebih penting ketimbang IQ untuk mencapai kesuksesan. Dalam buku larisnya, Emotional Intelligence, Daniel Goleman mengatakan bahwa seseorang dengan EQ yang tinggi memiliki kemampuan untuk memahami dirinya sendiri dan juga memahami orang lain. Dalam memahami dirinya, orang itu bisa mengetahui dan mengelola emosinya sendiri, serta kemudian memotivasi dirinya sendiri. Sementara terhadap orang lain ia juga bisa mengenali, memahami, dan mengelola emosi orang lain tersebut sehingga bisa menjalin relasi yang sehat dengan banyak orang.
Kembali ke film “Star Wars”. Master Yoda itu sangat tinggi EQ-nya dibandingkan Darth Vader. Bisa kita lihat bagaimana Master Yoda dengan penuh kesabaran membimbing Luke Skywalker untuk bisa menggunakan kekuatannya (“the force”) dengan sebaik-baiknya, sehingga Luke pun akhirnya bisa mandiri dan tidak semena-mena memanfaatkan kekuatannya ini. Sementara Darth Vader alias Anakin Skywalker tidak bisa mengelola emosinya sendiri sehingga jadi arogan dan jatuh ke dunia hitam (“Dark Side”). Ia malah menggunakan kekuatannya itu untuk melawan para gurunya sendiri, Master Yoda dan Obi-Wan Kenobi.
Bisa kita lihat bagaimana pengaruh EQ ini dalam membentuk pribadi seseorang. Dan pada akhirnya, yang paling menentukan adalah SQ. SQ ini bukan berarti soal agama saja. Bukan semata soal ajaran-ajaran yang bersifat vertikal antara manusia dan Tuhannya. SQ ini berupa nilai-nilai (values) yang sifatnya universal, seperti soal humanisme dan perilaku luhur. Nilai-nilai yang horisontal ini bisa berasal dari agama atau keyakinan mana saja.
Danah Zohar and Ian Marshall dalam bukunya Spiritual Capital: Wealth We Can Live By mengatakan bahwa SQ ini menyangkut makna, tujuan, dan motivasi tertinggi dan hakiki dari hidup seseorang. SQ inilah yang merupakan keunggulan utama seorang manusia. Komputer bisa punya IQ yang tinggi. Binatang juga kadang punya EQ yang tinggi. Namun hanya manusialah yang punya SQ. Hanya manusialah yang punya kemampuan untuk berpikir dan bertindak kreatif, mengubah situasi menjadi lebih baik, dan bisa bertanya tentang makna hidupnya. Kalau IQ menyangkut apa yang dipikirkan seseorang (“what I think”) dan EQ menyangkut apa yang dirasakan seseorang (“what I feel”), SQ ini menyangkut siapa orang itu sebenarnya (“what I am”).
Di film “Star Wars”, soal SQ ini bisa digambarkan pada adegan sejumlah pertempuran, yaitu ketika Anakin Skywalker melawan mentornya sendiri, Obi-Wan Kenobi, dan ketika Anakin Skywalker yang sudah berubah menjadi Darth Vader melawan anaknya sendiri, Luke Skywalker. Adegan-adegan tersebut sangat mengharukan serta menguras emosi dan perasaan kita, karena tokoh protagonisnya harus mempertahankan nilai-nilai baik walaupun itu berarti ia harus melawan orang terdekat dan paling disayanginya, yang kebetulan punya nilai-nilai buruk.
Nah, lanskap New Wave ini seperti galaksi di Star Wars. Lanskap ini tanpa batas dan tanpa aturan yang jelas. Tidak ada satu pemerintahan yang bisa benar-benar berkuasa dan mendominasi dunia. Bahkan negara adidaya seperti Amerika yang punya teknologi sangat canggih pun sering tidak bisa berbuat apa-apa dan justru saat ini sedang terpuruk kondisinya.
Jadi, percayalah. Seperti sudah saya singgung kemarin, pemenang dalam era New Wave Marketing ini adalah orang yang bukan sekadar Connected alias punya IQ bagus dan bisa jadi Catalyst atau punya EQ tinggi. Namun, yang paling penting adalah mereka yang Civilised alias punya SQ yang tinggi.
--- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --
Hermawan Kartajaya

Read More......

A Tale of Three Communities: Harley-Davidson, Facebook and HTML

“So screw it, let’s ride.” Maaf sebelumnya kalau kata-katanya sedikit ofensif. Tapi, tahukah Anda, siapakah yang mengatakan kalimat tadi? Itulah slogan terbaru dari Harley-Davidson (Harley) yang diluncurkan pada awal Mei 2008 lalu. Kalimatnya memang sedikit ofensif, namun hal ini justru cocok dengan citra pemberontak yang melekat pada perusahaan motor besar asal Milwaukee tersebut.

Slogan tersebut memang mengacu kepada situasi ekonomi Amerika yang kurang baik. Dengan slogan ini, Harley seolah ingin menyatakan, tak usah terlalu mempedulikan situasi saat ini. Nikmatilah hidup dengan mengendarai Harley. Padahal, Harley sendiri juga sedang mengalami masalah. Penjualannya di Amerika menurun hampir 13% selama Q1 2008 lalu.
Harley memang sangat memperhatikan para pelanggannya. Dengan berbagai program pemasarannya, termasuk salah satunya dengan membuat slogan baru tadi, Harley mampu menjalin ikatan emosional dengan para pelanggannya. Harley mampu berempati terhadap apa yang dirasakan oleh pelanggannya. Seperti kata salah seorang pengendara Harley, Ben Berlin, yang sudah berusia 82 tahun dan telah mengendarai Harley selama 60 tahun. Ia bilang, kalau sudah mengendarai Harley, berbagai masalah seakan bisa dilupakan untuk sejenak.
Karena berhasil meraih hati pelanggan ini, tak heran jika Harley bisa memiliki komunitas fanatik yang tergabung dalam Harley Owners Group (HOG). Semula, komunitas ini dibentuk pada tahun 1983 oleh pabrikan Harley di Amerika. Seiring dengan waktu, para anggotanya sendiri yang terdorong untuk membesarkan HOG ini. Karena itu, tidak heran jika saat ini anggota HOG sudah mencapai lebih dari sejuta orang pada lebih dari 1400 chapters di seluruh dunia. HOG memang merupakan contoh klasik dari pembentukan komunitas offline yang sukses.
Sekarang, bagaimana dengan komunitas online? Salah satu contoh sukses tentu saja adalah Facebook. Situs social media yang belum genap berusia 5 tahun ini—Mark Zuckerberg meluncurkan Facebook dari kamar asramanya di Harvard University pada 4 Februari 2004—perkembangannya sangat luar biasa. Saat ini saja jumlah anggota aktifnya sudah mencapai 110 juta orang! Padahal, pada Desember 2004, jumlah anggota aktifnya baru mencapai 1 juta orang.
Perkembangan ini didorong oleh kemudahan menggunakan berbagai aplikasi dan fitur yang ada di Facebook. Selain itu, informasi pribadi dari tiap anggotanya tetap terlindungi dengan baik. Tiap anggota bisa menentukan informasi apa yang ingin di-share, dan kepada siapa saja informasi tersebut ingin di-share. Karena itu, tiap anggota bisa merasa nyaman dan aman mempublikasikan informasi pribadinya tanpa terlalu takut disalahgunakan.
Facebook memang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari para anggotanya. Setiap saat mereka mengakses situs ini untuk mengetahui kabar terbaru dari rekan-rekannya. Facebook bukan lagi sekadar situs web, namun sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Perkembangan Facebook juga tidak terlepas dari jasa komunitas developer yang membangun berbagai aplikasi dengan menggunakan Facebook Platfom. Dengan demikian, perusahaan yang berpusat di Palo Alto, California, ini tidak perlu membuat sendiri berbagai aplikasi untuk para anggotanya.
Komunitas Harley-Davidson dan Facebook ini adalah contoh Social Connector. Social Connector berbasis komunitas inilah yang menjadi jenis Connector ketiga setelah Mobile Connector dan Experiential Connector yang sudah dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Nah, selain Harley-Davidson yang bersifat pure offline dan Facebook yang pure online, masih ada satu lagi jenis Social Connector ini, yaitu yang merupakan hibrida antara online dan offline. Salah satu contohnya adalah Komunitas Honda Tiger Indonesia, atau yang online community-nya lebih dikenal sebagai Honda Tiger Mailing List (HTML).
Komunitas ini dibentuk pertama kalinya pada 18 Oktober 2000, yaitu saat milis HTML tersebut dibuat. Berbeda dengan HOG tadi, komunitas ini dibentuk dari bawah, dari para pemilik dan penggemar motor Honda Tiger sendiri. Berawal dari online community inilah, HTML kemudian juga masuk ke offline community, dengan secara rutin mengadakan pertemuan; atau istilahnya kopi darat (kopdar). Karena aktif baik secara online maupun offline inilah, komunitas Honda Tiger bisa berkembang menjadi salah satu komunitas terbesar di Indonesia dengan jumlah anggota milisnya mencapai lebih dari 8000 orang.
Bisa kita lihat, berbagai komunitas di atas—HOG, Facebook, HTML—mampu memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap lanskap bisnis. Inilah yang menunjukkan peranan Connector—dalam hal ini Social Connector—dalam lanskap New Wave Marketing.
--- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --
Hermawan Kartajaya

Read More......

Jluntrungan Krisis Subprime di Amerika Serikat

Kalau Langit Masih Kurang Tinggi Oleh: Dahlan Iskan Meski saya bukan ekonom, banyak pembaca tetap minta saya ''menceritakan' ' secara awam mengenai hebatnya krisis keuangan di AS saat ini. Seperti juga, banyak pembaca tetap bertanya tentang sakit liver, meski mereka tahu saya bukan dokter. Saya coba: Semua perusahaan yang sudah go public lebih dituntut untuk terus berkembang di semua sektor. Terutama labanya. Kalau bisa, laba sebuah perusahaan publik terus meningkat sampai 20 persen setiap tahun. Soal caranya bagaimana, itu urusan kiat para CEO dan direkturnya.

Pemilik perusahaan itu (para pemilik saham) biasanya sudah tidak mau tahu lagi apa dan bagaimana perusahaan tersebut dijalankan. Yang mereka mau tahu adalah dua hal yang terpenting saja: harga sahamnya harus terus naik dan labanya harus terus meningkat. Perusahaan publik di AS biasanya dimiliki ribuan atau ratusan ribu orang, sehingga mereka tidak peduli lagi dengan tetek-bengek perusahaan mereka. Mengapa mereka menginginkan harga saham harus terus naik? Agar kalau para pemilik saham itu ingin menjual saham, bisa dapat harga lebih tinggi dibanding waktu mereka beli dulu: untung. Mengapa laba juga harus terus naik? Agar, kalau mereka tidak ingin jual saham, setiap tahun mereka bisa dapat pembagian laba (dividen) yang kian banyak. Soal cara bagaimana agar keinginan dua hal itu bisa terlaksana dengan baik, terserah pada CEO-nya. Mau pakai cara kucing hitam atau cara kucing putih, terserah saja. Sudah ada hukum yang mengawasi cara kerja para CEO tersebut: hukum perusahaan, hukum pasar modal, hukum pajak, hukum perburuhan, dan seterusnya. Apakah para CEO yang harus selalu memikirkan dua hal itu merasa tertekan dan stres setiap hari? Bukankah sebuah perusahaan kadang bisa untung, tapi kadang bisa rugi? Anehnya, para CEO belum tentu merasa terus-menerus diuber target. Tanpa disuruh pun para CEO sendiri memang juga menginginkannya. Mengapa? Pertama, agar dia tidak terancam kehilangan jabatan CEO. Kedua, agar dia mendapat bonus superbesar yang biasanya dihitung sekian persen dari laba dan pertumbuhan yang dicapai. Gaji dan bonus yang diterima para CEO perusahaan besar di AS bisa 100 kali lebih besar dari gaji Presiden George Bush. Mana bisa dengan gaji sebesar itu masih stres? Keinginan pemegang saham dan keinginan para CEO dengan demikian seperti tumbu ketemu tutup: klop. Maka, semua perusahaan dipaksa untuk terus-menerus berkembang dan membesar. Kalau tidak ada jalan, harus dicarikan jalan lain. Kalau jalan lain tidak ditemukan, bikin jalan baru. Kalau bikin jalan baru ternyata sulit, ambil saja jalannya orang lain. Kalau tidak boleh diambil? Beli! Kalau tidak dijual? Beli dengan cara yang licik -dan kasar! Istilah populernya hostile take over. Kalau masih tidak bisa juga, masih ada jalan aneh: minta politisi untuk bikinkan berbagai peraturan yang memungkinkan perusahaan bisa mendapat jalan. Kalau perusahaan terus berkembang, semua orang happy. CEO dan para direkturnya happy karena dapat bonus yang mencapai Rp 500 miliar setahun. Para pemilik saham juga happy karena kekayaannya terus naik. Pemerintah happy karena penerimaan pajak yang terus membesar. Politisi happy karena dapat dukungan atau sumber dana. Dengan gambaran seperti itulah ekonomi AS berkembang pesat dan kesejahteraan rakyatnya meningkat. Semua orang lantas mampu membeli kebutuhan hidupnya. Kulkas, TV, mobil, dan rumah laku dengan kerasnya. Semakin banyak yang bisa membeli barang, ekonomi semakin maju lagi. Karena itu, AS perlu banyak sekali barang. Barang apa saja. Kalau tidak bisa bikin sendiri, datangkan saja dari Tiongkok atau Indonesia atau negara lainnya. Itulah yang membuat Tiongkok bisa menjual barang apa saja ke AS yang bisa membuat Tiongkok punya cadangan devisa terbesar di dunia: USD 2 triliun! Sudah lebih dari 60 tahun cara ''membesarkan' ' perusahaan seperti itu dilakukan di AS dengan suksesnya. Itulah bagian dari ekonomi kapitalis. AS dengan kemakmuran dan kekuatan ekonominya lalu menjadi penguasa dunia. Tapi, itu belum cukup. Yang makmur harus terus lebih makmur. Punya toilet otomatis dianggap tidak cukup lagi: harus computerized! Bonus yang sudah amat besar masih kurang besar. Laba yang terus meningkat harus terus mengejar langit. Ukuran perusahaan yang sudah sebesar gajah harus dibikin lebih jumbo. Langit, gajah, jumbo juga belum cukup. Ketika semua orang sudah mampu beli rumah, mestinya tidak ada lagi perusahaan yang jual rumah. Tapi, karena perusahaan harus terus meningkat, dicarilah jalan agar penjualan rumah tetap bisa dilakukan dalam jumlah yang kian banyak. Kalau orangnya sudah punya rumah, harus diciptakan agar kucing atau anjingnya juga punya rumah. Demikian juga mobilnya. Tapi, ketika anjingnya pun sudah punya rumah, siapa pula yang akan beli rumah? Kalau tidak ada lagi yang beli rumah, bagaimana perusahaan bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjamin bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan alat-alat bangunan bisa lebih besar? Bagaimana bank bisa lebih besar? Bagaimana notaris bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjual kloset bisa lebih besar? Padahal, doktrinnya, semua perusahaan harus semakin besar? Ada jalan baru. Pemerintah AS-lah yang membuat jalan baru itu. Pada 1980, pemerintah bikin keputusan yang disebut ''Deregulasi Kontrol Moneter''. Intinya, dalam hal kredit rumah, perusahaan realestat diperbolehkan menggunakan variabel bunga. Maksudnya: boleh mengenakan bunga tambahan dari bunga yang sudah ditetapkan secara pasti. Peraturan baru itu berlaku dua tahun kemudian. Inilah peluang besar bagi banyak sektor usaha: realestat, perbankan, asuransi, broker, underwriter, dan seterusnya. Peluang itulah yang dimanfaatkan perbankan secara nyata. Begini ceritanya: Sejak sebelum 1925, di AS sudah ada UU Mortgage. Yakni, semacam undang-undang kredit pemilikan rumah (KPR). Semua warga AS, asalkan memenuhi syarat tertentu, bisa mendapat mortgage (anggap saja seperti KPR, meski tidak sama). Misalnya, kalau gaji seseorang sudah Rp 100 juta setahun, boleh ambil mortgage untuk beli rumah seharga Rp 250 juta. Cicilan bulanannya ringan karena mortgage itu berjangka 30 tahun dengan bunga 6 persen setahun. Negara-negara maju, termasuk Singapura, umumnya punya UU Mortgage. Yang terbaru adalah UU Mortgage di Dubai. Sejak itu, penjualan properti di Dubai naik 55 persen. UU Mortgage tersebut sangat ketat dalam menetapkan syarat orang yang bisa mendapat mortgage. Dengan keluarnya ''jalan baru'' pada 1980 itu, terbuka peluang untuk menaikkan bunga. Bisnis yang terkait dengan perumahan kembali hidup. Bank bisa dapat peluang bunga tambahan. Bank menjadi lebih agresif. Juga para broker dan bisnis lain yang terkait. Tapi, karena semua orang sudah punya rumah, tetap saja ada hambatan. Maka, ada lagi ''jalan baru'' yang dibuat pemerintah enam tahun kemudian. Yakni, tahun 1986. Pada 1986 itu, pemerintah menetapkan reformasi pajak. Salah satu isinya: pembeli rumah diberi keringanan pajak. Keringanan itu juga berlaku bagi pembelian rumah satu lagi. Artinya, meski sudah punya rumah, kalau mau beli rumah satu lagi, masih bisa dimasukkan dalam fasilitas itu. Di negara-negara maju, sebuah keringanan pajak mendapat sambutan yang luar biasa. Di sana pajak memang sangat tinggi. Bahkan, seperti di Swedia atau Denmark, gaji seseorang dipajaki sampai 50 persen. Imbalannya, semua keperluan hidup seperti sekolah dan pengobatan gratis. Hari tua juga terjamin. Dengan adanya fasilitas pajak itu, gairah bisnis rumah meningkat drastis menjelang 1990. Dan terus melejit selama 12 tahun berikutnya. Kredit yang disebut mortgage yang biasanya hanya USD 150 miliar setahun langsung menjadi dua kali lipat pada tahun berikutnya. Tahun-tahun berikutnya terus meningkat lagi. Pada 2004 mencapai hampir USD 700 miliar setahun. Kata ''mortgage'' berasal dari istilah hukum dalam bahasa Prancis. Artinya: matinya sebuah ikrar. Itu agak berbeda dari kredit rumah. Dalam mortgage, Anda mendapat kredit. Lalu, Anda memiliki rumah. Rumah itu Anda serahkan kepada pihak yang memberi kredit. Anda boleh menempatinya selama cicilan Anda belum lunas. Karena rumah itu bukan milik Anda, begitu pembayaran mortgage macet, rumah itu otomatis tidak bisa Anda tempati. Sejak awal ada ikrar bahwa itu bukan rumah Anda. Atau belum. Maka, ketika Anda tidak membayar cicilan, ikrar itu dianggap mati. Dengan demikian, Anda harus langsung pergi dari rumah tersebut. Lalu, apa hubungannya dengan bangkrutnya investment banking seperti Lehman Brothers? Gairah bisnis rumah yang luar biasa pada 1990-2004 itu bukan hanya karena fasilitas pajak tersebut. Fasilitas itu telah dilihat oleh ''para pelaku bisnis keuangan'' sebagai peluang untuk membesarkan perusahaan dan meningkatkan laba. Warga terus dirangsang dengan berbagai iklan dan berbagai fasilitas mortgage. Jor-joran memberi kredit bertemu dengan jor-joran membeli rumah. Harga rumah dan tanah naik terus melebihi bunga bank. Akibatnya, yang pintar bukan hanya orang-orang bank, tapi juga para pemilik rumah. Yang rumahnya sudah lunas, di-mortgage- kan lagi untuk membeli rumah berikutnya. Yang belum memenuhi syarat beli rumah pun bisa mendapatkan kredit dengan harapan toh harga rumahnya terus naik. Kalau toh suatu saat ada yang tidak bisa bayar, bank masih untung. Jadi, tidak ada kata takut dalam memberi kredit rumah. Tapi, bank tentu punya batasan yang ketat sebagaimana diatur dalam undang-undang perbankan yang keras. Sekali lagi, bagi orang bisnis, selalu ada jalan. Jalan baru itu adalah ini: bank bisa bekerja sama dengan ''bank jenis lain'' yang disebut investment banking. Apakah investment banking itu bank? Bukan. Ia perusahaan keuangan yang ''hanya mirip'' bank. Ia lebih bebas daripada bank. Ia tidak terikat peraturan bank. Bisa berbuat banyak hal: menerima macam-macam ''deposito'' dari para pemilik uang, meminjamkan uang, meminjam uang, membeli perusahaan, membeli saham, menjadi penjamin, membeli rumah, menjual rumah, private placeman, dan apa pun yang orang bisa lakukan. Bahkan, bisa melakukan apa yang orang tidak pernah memikirkan! Lehman Brothers, Bear Stern, dan banyak lagi adalah jenis investment banking itu. Dengan kebebasannya tersebut, ia bisa lebih agresif. Bisa memberi pinjaman tanpa ketentuan pembatasan apa pun. Bisa membeli perusahaan dan menjualnya kapan saja. Kalau uangnya tidak cukup, ia bisa pinjam kepada siapa saja: kepada bank lain atau kepada sesama investment banking. Atau, juga kepada orang-orang kaya yang punya banyak uang dengan istilah ''personal banking''. Saya sering kedatangan orang dari investment banking seperti itu yang menawarkan banyak fasilitas. Kalau saya mau menempatkan dana di sana, saya dapat bunga lebih baik dengan hitungan yang rumit. Biasanya saya tidak sanggup mengikuti hitung-hitungan yang canggih itu. Saya orang yang berpikiran sederhana. Biasanya tamu-tamu seperti itu saya serahkan ke Dirut Jawa Pos Wenny Ratna Dewi. Yang kalau menghitung angka lebih cepat dari kalkulator. Kini saya tahu, pada dasarnya dia tidak menawarkan fasilitas, tapi cari pinjaman untuk memutar cash-flow. Begitu agresifnya para investment banking itu, sehingga kalau dulu hanya orang yang memenuhi syarat (prime) yang bisa dapat mortgage, yang kurang memenuhi syarat pun (sub-prime) dirangsang untuk minta mortgage. Di AS, setiap orang punya rating. Tinggi rendahnya rating ditentukan oleh besar kecilnya penghasilan dan boros-tidaknya gaya hidup seseorang. Orang yang disebut prime adalah yang ratingnya 600 ke atas. Setiap tahun orang bisa memperkirakan sendiri, ratingnya naik atau turun. Kalau sudah mencapai 600, dia sudah boleh bercita-cita punya rumah lewat mortgage. Kalau belum 600, dia harus berusaha mencapai 600. Bisa dengan terus bekerja keras agar gajinya naik atau terus melakukan penghematan pengeluaran. Tapi, karena perusahaan harus semakin besar dan laba harus kian tinggi, pasar pun digelembungkan. Orang yang ratingnya baru 500 sudah ditawari mortgage. Toh kalau gagal bayar, rumah itu bisa disita. Setelah disita, bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai pinjaman. Tidak pernah dipikirkan jangka panjangnya. Jangka panjang itu ternyata tidak terlalu panjang. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, kegagalan bayar mortgage langsung melejit. Rumah yang disita sangat banyak. Rumah yang dijual kian bertambah. Kian banyak orang yang jual rumah, kian turun harganya. Kian turun harga, berarti nilai jaminan rumah itu kian tidak cocok dengan nilai pinjaman. Itu berarti kian banyak yang gagal bayar. Bank atau investment banking yang memberi pinjaman telah pula menjaminkan rumah-rumah itu kepada bank atau investment banking yang lain. Yang lain itu menjaminkan ke yang lain lagi. Yang lain lagi itu menjaminkan ke yang beriktunya lagi. Satu ambruk, membuat yang lain ambruk. Seperti kartu domino yang didirikan berjajar. Satu roboh menimpa kartu lain. Roboh semua. Berapa ratus ribu atau juta rumah yang termasuk dalam mortgage itu? Belum ada data. Yang ada baru nilai uangnya. Kira-kira mencapai 5 triliun dolar. Jadi, kalau Presiden Bush merencanakan menyuntik dana APBN USD 700 miliar, memang perlu dipertanyakan: kalau ternyata dana itu tidak menyelesaikan masalah, apa harus menambah USD 700 miliar lagi? Lalu, USD 700 miliar lagi? Itulah yang ditanyakan anggota DPR AS sekarang, sehingga belum mau menyetujui rencana pemerintah tersebut. Padahal, jumlah suntikan sebanyak USD 700 miliar itu sudah sama dengan pendapatan seluruh bangsa dan negara Indonesia dijadikan satu. Jadi, kita masih harus menunggu apa yang akan dilakukan pemerintah dan rakyat AS. Kita juga masih menunggu data berapa banyak perusahaan dan orang Indonesia yang ''menabung'' -kan uangnya di lembaga-lembaga investment banking yang kini lagi pada kesulitan itu. Sebesar tabungan itulah Indonesia akan terseret ke dalamnya. Rasanya tidak banyak, sehingga pengaruhnya tidak akan sebesar pengaruhnya pada Singapura, Hongkong, atau Tiongkok. Singapura dan Hongkong terpengaruh besar karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke sana. Kita, setidaknya, masih bisa menanam jagung.(*) Sumber: Jawa Pos - Minggu, 28 September 2008 Hidup adalah perjuangan, lupakan kemarin, songsonglah esok yang lebih baik...

Read More......

The Matrix: Always Connected, or Die!

KALAU bicara soal dunia Internet, mustahil untuk melewatkan trilogi film The Matrix. Inilah film yang membedah masalah teknis dan filosofi dalam dunia cyber. Film garapan dua bersaudara Larry dan Andy Wachowski ini sudah menjadi cult film bagi para geeks seperti para hacker dan cyberpunk.

Film fiksi-ilmiah ini ceritanya memang agak-agak rumit; secara garis besar berpusat tokoh jagoan utamanya, Neo alias “The One”, yang diperankan oleh Keanu Reeves. Ia mati-matian melawan para musuhnya, baik itu berupa mesin, manusia, dan terutama “manusia” virtual. Untuk menghadapi para musuh ini, Neo harus keluar-masuk dunia nyata dan dunia virtual.
Memang, dunia nyata dan dunia virtual dalam film ini keduanya digambarkan berdampingan secara paralel. Jika ingin masuk ke dunia virtual, Neo dan rekan-rekannya harus dipasangi sebuah mesin yang disambungkan ke otak mereka. Sementara jika mereka sedang di dunia virtual dan ingin kembali ke dunia nyata, mereka harus mengangkat panggilan telepon yang berasal dari rekan mereka di dunia nyata.
Ketika para tokoh ini ada di dunia virtual, tubuh fisiknya tetap ada di dunia nyata (yang tersambung ke mesin tadi), namun “roh”-nya ada di dunia virtual. Walaupun dunianya sudah terpisah, antara tubuh fisik dan “roh” ini sebenarnya masih menyatu. Jika “roh”-nya yang sedang bertarung melawan para musuh di dunia virtual terluka atau mati, tubuh fisiknya juga bisa terluka dan mati. Sebaliknya, jika tubuh fisiknya terputus sambungannya dengan mesin, “roh”-nya bisa mati.
Nah, The Matrix ini bisa memberikan inspirasi bahwa di era New Wave Marketing ini koneksi (connection) antara dunia virtual (online) dan dunia nyata (offline) harus selalu tersambung tanpa jeda dan putus, always-on connection. Koneksi ini juga harus berupa mobile connection, bukan lagi fixed connection. Karena itu pula dibutuhkan mobile connector agar kita bisa semakin mudah mengakses perubahan-perubahan yang terjadi di lanskap bisnis.
Mobile connector ini bentuknya bisa berupa telepon seluler, laptop, smartphone ataupun perangkat lainnya yang bisa membuat orang melakukan koneksi online secara wireless, misalnya saja perangkat Kindle dari Amazon.com.
Saat ini memang semakin banyak orang yang menjadi road warrior. Lokasi kerja tidak lagi terbatas di kantor, tapi bisa di rumah, di kafe-kafe, di tempat klien, atau bahkan ketika sedang di jalan mengendarai mobil.
Hal ini juga didorong oleh kemajuan teknologi yang membuat perangkat mobile connector semakin nyaman digunakan. Laptop semakin lama beratnya semakin ringan dan daya hidup baterainya juga semakin lama. Smartphone juga semakin mudah digunakan dan fitur-fiturnya semakin mendukung akses Internet. Pendeknya, dari sisi penawaran dan permintaan terhadap mobile connector ini sudah saling mendukung.
Berdasarkan offering-nya, mobile connector ini bisa dibagi menjadi tiga tipe, yaitu Ad-based, Content-based, dan Reward-based. Ad-based adalah berbagai bentuk iklan yang ditawarkan melalui mobile connector kita. Bentuknya bisa berupa teks seperti SMS, gambar, foto, atau bisa juga berupa video.
Namun, mengutip istilah Seth Godin, tentu saja sudah harus berupa permission marketing, bukan lagi interruption marketing. Iklan-iklan yang masuk ke telepon seluler atau ke laptop saat sedang online sedapat mungkin tidak mengganggu dan malah menguntungkan si pemakai.
Hal ini sudah dipraktikkan Virgin Mobile di Amerika tahun 2007 lalu. Operator seluler ini menawarkan pengguna untuk memilih antara menerima iklan SMS atau melihat iklan video 45 detik ketika browsing Internet di ponsel mereka. Sebagai imbalan, mereka mendapatkan talk-time gratis selama 1 menit. Dan bagi mereka yang mau mengisi kuesioner online akan mendapatkan tambahan talk-time gratis selama 5 menit.
Content-based merupakan layanan yang menawarkan konten kepada si pemakai. Misalnya saja yang paling populer adalah ring back tone. Atau kalau di iPhone adalah aplikasi-aplikasi seperti iLightr yang bisa menampilkan nyala api seperti dari korek api untuk dilambai-lambaikan saat konser musik atau Koi Pond yang menampilkan ikan koi yang sedang berenang di kolam.
Sementara reward-based adalah layanan-layanan yang memberikan reward, bukan hanya kepada pelanggan namun juga kepada merchant dalam bentuk diskon atau akumulasi poin. Program MORE (mobile rewards exchange) dari inTouch-nya Pak Kendro Hendra merupakan contoh yang paling nyata dari reward-based ini.
Memang, mobile connector ini telah menjadi salah satu elemen penting dalam lanskap New Wave. Mobile connector sebagai bagian dari Connector membuat perusahaan (Company) semakin mampu mengakses ketiga elemen lainnya: Change, Competitor, dan Customer.
--- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --
Hermawan Kartajaya

Read More......

Potensi Resesi Makin Besar

WASHINGTON, RABU - Potensi menuju resesi semakin dimungkinkan. Hal ini terjadi karena efek domino krisis keuangan AS turut memukul secara keras sistem perbankan Eropa. Kawasan ini didera krisis kepercayaan nasabah yang membuat bank diserbu dan kekurangan likuiditas.

Demikian isi laporan IMF dua tahunan, yang diluncurkan di Washington, Rabu (8/10). Krisis keuangan dimulai di AS, dengan kebangkrutan Lehman Brothers adalah pemicu terakhir.
Sebelumnya, krisis keuangan di AS ini diperkirakan tidak akan mengimbas keras kawasan Eropa. Akan tetapi, kepanikan nasabah bank di Eropa telah memicu penarikan dana besar-besaran dan menyebabkan nasionalisasi atas sejumlah bank di Eropa.
Hal ini telah mengakibatkan bank-bank kekurangan likuiditas dan membuat sistem perbankan di Eropa enggan saling meminjamkan dana. Keengganan ini membuat bank tak berjalan normal. Pembiayaan transaksi bisnis, transaksi uang, dan transaksi saham pun terganggu.
Kepanikan nasabah di Eropa telah menjelma menjadi kekhawatiran para investor di bursa, yang membuat mereka memperkirakan kinerja perusahaan akan anjlok. Hal ini membuat bursa saham berjumpalitan.
Penurunan serius
Oleh karena itu, menurut IMF, dunia kini sedang memasuki sebuah penurunan aktivitas ekonomi yang serius dan di ambang kejutan ekonomi paling berbahaya sejak Depresi Besar dekade 1930-an. Ini artinya kegiatan ekonomi trans-Atlantik (Eropa-AS), kekuatan ekonomi terbesar di dunia, telah terganggu.
Hal ini dipicu kebangkrutan sejumlah perbankan Eropa, yang turut membiayai sektor perumahan AS, yang mengalami kelesuan. Akibatnya, sejumlah perbankan diserbu nasabah. Kepanikan nasabah, yang dimulai di Irlandia, menghasilkan efek domino berupa rentetan kebangkrutan bank di seantero Eropa.
IMF meramalkan, pertumbuhan zona euro—15 negara pengguna mata uang tunggal euro— akan menurun menjadi 1,3 persen pada 2008, atau turun dari 2,6 persen yang diperkirakan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi zona euro juga akan turun lagi menjadi hanya 0,2 persen pada 2009. Sebelum krisis keuangan terbaru melanda zona euro, IMF meramalkan pertumbuhan di kawasan itu masih antara 1,7 dan 1,8 persen pada 2009.
Dampak dari penurunan aktivitas ekonomi trans-Atlantik jelas akan menurunkan daya serap ekonomi negara itu terhadap impor asal Asia. Penurunan ekonomi itu juga akan berdampak pada berkurangnya kemampuan membantu negara lain. Setidaknya, permintaan PBB agar negara-negara kaya menyalurkan bantuan sebesar 0,7 persen dari total nilai produk domestik bruto (PDB) tak bisa dipenuhi. Setidaknya, jumlah absolut bantuan, yang disebut sebagai official development assistance (ODA), bantuan resmi, akan berkurang.
Setidaknya, penurunan ini juga akan menurunkan kemampuan pembiayaan untuk mewujudkan program Millennium Development Goals (MDGs), pemberantasan kemiskinan dengan salah satu targetnya adalah penurunan jumlah penduduk miskin menjadi setengah pada 2015 dari sekitar 1,2 miliar orang sekarang ini.
sumber kompas cetak

Read More......

Semangat Laskar Pelangi

mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia telah hilang tanpa lelah sampai engkau meraihnya

laskar pelangi takkan terikat waktu bebaskan mimpimu di angkasa warnai bintang di jiwa

menarilah dan terus tertawa walau dunia tak seindah surga bersukurlah pada yang kuasa cinta kita di dunia

selamanya…

cinta kepada hidup memberikan senyuman abadi walau hidup kadang tak adil tapi cinta lengkapi kita

Huo....uoo....

laskar pelangi takkan terikat waktu jangan berhenti mewarnai jutaan mimpi di bumi

menarilah dan terus tertawa walau dunia tak seindah surga bersukurlah pada yang kuasa cinta kita di dunia

selamanya…

menarilah dan terus tertawa walau dunia tak seindah surga bersukurlah pada yang kuasa cinta kita di dunia

selamanya…

laskar pelangi takkan terikat waktu............

Read More......

Krisis AS dan Ekonomi Indonesia

Ketika likuiditas berlimpah di pasar, sebagian besar masyarakat terbuai mimpi memiliki tempat tinggal idaman dengan kredit perumahan yang tidak hanya menarik tingkat bunganya, melainkan juga relatif mudah mendapatkannya.

Gelombang peningkatan permintaan kredit perumahan menjadi semakin besar dan para pelaku bisnis keuangan dengan segala akalnya menciptakan derivasi dari kredit perumahan tersebut dalam bentuk instrumen keuangan yang memikat dan menjanjikan. Investor dan lembaga keuangan dari segenap penjuru dunia berlombalomba membeli produk derivatif tersebut, yang akhirnya mendorong kenaikan harga produk. Ketika produk itu laku terjual,bonus berlimpah datang kepada agen penjual dan tentu saja para pencipta produk derivatif. Di tengah keasyikan jual dan beli produk yang sebenarnya layak dikategorikan junk bond, pemimpin negaranya bermimpi menjadi polisi dunia satu-satunya serta berusaha mendorong perekonomiannya dari sisi penawaran dengan menciptakan medan perang baru nun jauh di benua seberang. Si pemimpin mempunyai hipotesis bahwa perang tidak akan berkepanjangan dan kegiatan ekonomi akibat perang akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi negaranya serta menjaga keamanan pasokan sumber energi. Ketika perang tidak juga berkesudahan, pemerintah dipaksa menambah utang publik dengan terus menjual surat berharga yang lama kelamaan harus menawarkan bunga lebih tinggi untuk tetap bisa menarik investor. Ketika tingkat bunga negara tersebut mulai bergerak naik, terjadi kepanikan di sebagian peminjam kredit perumahan yang sebenarnya tidak terlalu layak mendapat pinjaman,namun mendapat kemudahan dari lembaga peminjam. Kepanikan tersebut berujung pada kesulitan, bahkan gagal bayar dari para peminjam kredit perumahan yang akhirnya menciptakan kredit macet yang cukup signifikan. Karena produk utamanya, yaitu kredit perumahan macet, produk derivatifnya segera mengikuti. Satu per satu lembaga keuangan bank dan bukan bank mengumumkan kerugian yang tidak bisa dibilang kecil dan beberapa di antaranya harus mendapat suntikan dari investor baru atau terpaksa angkat bendera putih dan dinyatakan bangkrut. Cerita di atas jelas bukan sekadar cerita, melainkan kenyataan yang untungnya tidak terjadi di Tanah Air tercinta. Amerika Serikat sebagai perekonomian yang mengagungkan kapitalisme dan liberalisme akhirnya tidak mampu mengendalikan perilaku tamak dan serakah dari para spekulan keuangan dan akhirnya harus mengalami penderitaan ekonomi yang mungkin tidak hanya berlangsung sebentar. Ini tentu menggetarkan masyarakat dunia lantaran kelesuan ekonomi AS berdampak terhadap perekonomian dunia. Dengan produk domestik bruto (PDB) mendekati USD13.900 miliar, kelesuan perekonomian AS akan segera berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi dunia. Yang kemudian menjadi kekhawatiran, seberapa dalam kelesuan perekonomian AS tersebut dan bagaimana penyebaran pengaruhnya ke berbagai penjuru dunia? Dugaan awal, Uni Eropa dan Jepang merupakan unit perekonomian yang harus segera menyelamatkan diri. Mereka mungkin harus punya paket khusus penyelamatan ekonomi seperti yang akhirnya disetujui Kongres AS pekan lalu dengan paket USD700 miliar. China juga diperkirakan terkena dampak negatif lantaran banyak membelanjakan uangnya untuk surat utang Pemerintah AS. Dengan globalisasi dan keterbukaan ekonomi yang membuat setiap unit perekonomian di dunia terkait satu sama lain, sangat sulit mengusir kekhawatiran bahwa Indonesia tidak akan terlalu terpengaruh oleh krisis tersebut. Ketika krisis kredit perumahan pertama kali terkuak, beberapa lembaga internasional melihat bahwa Indonesia adalah salah satu dari beberapa negara Asia yang relatif terbebas dari dampak negatif krisis kredit tersebut. Bahkan negara tetangga di ASEAN seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand mengalami dampak krisis lebih besar dibandingkan Indonesia. Tetapi kesimpulan tersebut mungkin tidak sama sepenuhnya ketika krisis menjadi lebih besar di AS dengan dampak pada kebangkrutan dan runtuhnya kredibilitas sektor finansial di sana. Apabila perekonomian AS terpuruk sampai pertumbuhan negatif, akan sangat sulit mencari suatu perekonomian di dunia yang terbebas dari pengaruh negatif krisis. Dampak langsung terhadap sektor finansial Indonesia akan terlihat dari berkurangnya investor portofolio asing di pasar modal, seperti tercermin dari ambruknya indeks harga saham gabungan (IHSG) serta prospek yang suram pemegang obligasi. Kecilnya peran investor lokal serta perilaku investor lokal yang lebih menjadi pengikut investor asing membuat upaya pemulihan pasar modal Indonesia menjadi agak berat. BUMN maupun perusahaan swasta yang terdaftar di pasar modal akan sangat berhati-hati mengeluarkan kebijakan buyback di tengah ketidakpastian kondisi finansial dunia. Dengan fundamental ekonomi makro yang tergolong stabil serta kondisi sebagian besar perusahaan terbuka yang solid,sulit rasanya mempercayai tren turunnya IHSG yang seolah tanpa dasar. Selain menggalakkan sumber dana investor lokal, menjaga kredibilitas pasar modal Indonesia mungkin bisa menahan sebagian penarikan investor asing atau bahkan bisa menarik arus dana dari pasar modal di AS dan Eropa yang sedang mengalami krisis. Dampak langsung lainnya adalah pada sumber pembiayaan defisit APBN yang saat ini lebih banyak bertumpu pada pinjaman dalam negeri melalui penerbitan surat utang negara (SUN). Dengan mengeringnya likuiditas dunia serta kejatuhan pasar modal dunia, agak riskan rasanya mengandalkan pembiayaan defisit APBN 2009 dengan SUN. Suka atau tidak suka, sumber dana murah seperti pinjaman multilateral atau bilateral harus dipertimbangkan lagi. Mengingat pada 2009 bagi Indonesia adalah tahun politik, pemerintah perlu menjaga asas kedaulatan (sovereignty) dalam pinjaman seperti ini agar Indonesia tidak lagi terbawa dalam arus ketergantungan pinjaman luar negeri. Dampak tidak langsung, dalam jangka waktu enam bulan sampai satu tahun,adalah potensi penurunan permintaan ekspor Indonesia yang masih bergantung pada ekspor komoditas. Sebelum krisis keuangan AS meledak, laju pertumbuhan ekspor Indonesia sudah mulai melambat seiring turunnya harga minyak bumi yang ikut menyeret penurunan harga minyak sawit mentah (CPO) dan batu bara. Apabila perekonomian AS dan dunia melemah, ekspor Indonesia juga berpotensi makin pelan pertumbuhannya sehingga neraca perdagangan tidak lagi bisa mencatat surplus signifikan seperti periode sebelumnya. Selain meningkatkan daya saing serta diversifikasi produk ekspor Indonesia, diversifikasi negara tujuan juga perlu diupayakan. Kalau neraca perdagangan sulit diperbaiki, alternatifnya adalah memperbaiki neraca jasa dengan penekanan pada peningkatan pariwisata dan ekspor tenaga kerja. Upaya di atas harus ditambah dengan penguatan neraca modal melalui peningkatan arus modal asing atau investasi asing yang berdimensi jangka menengah dan panjang. Investasi portofolio jangka pendek mungkin akan berkurang, sehingga upaya perbaikan iklim investasi tetap relevan agar investasi jangka menengah dan panjang dari luar negeri mau singgah ke Indonesia. Munculnya antusiasme dari investor asing secara tidak langsung akan mendorong kebangkitan investasi domestik, terutama lewat repatriasi dana-dana orang Indonesia yang masih diparkir di luar negeri.Pemberian insentif perpajakan serta penuntasan status kawasan khusus akan dapat membantu peningkatan arus modal asing. Segala macam upaya yang sudah disebut harus ditunjang oleh stabilitas makro yang ketat dalam bentuk nilai tukar rupiah yang stabil serta inflasi yang terkendali. Bank Indonesia dan pemerintah harus fokus pada dua hal tersebut. Hal itu agar nilai tukar kompetitif dan dapat mendorong ekspor, serta inflasi tidak terlalu tinggi sehingga tidak menggerus daya beli masyarakat umum. Pertumbuhan ekonomi 2009 diperkirakan akan berkisar 5-6persen mengingat dalam kondisi yang sangat berat, tahun 2008 ini, perekonomian masih bisa tumbuh sekitar 6,2 persen. Sangat sulit melampaui 6,2 persen, tetapi tidak ada alasan untuk tidak berusaha agar pertumbuhan 2009 masih dapat dipertahankan pada tingkat 6 persen. (*) *)Guru Besar dan Dekan Fakultas Ekonomi UI Prof Bambang PS Brodjonegoro (//rhs)

Read More......

The Future is Now: Lehman Brothers is Gone!

COBA, siapa yang percaya? Semua orang di seluruh dunia terkejut! Bagaimana tidak. Lehman Brothers, bank investasi terbesar keempat di AS, akhirnya jatuh bangkrut pada 15 September 2008 lalu dengan meninggalkan hutang sebesar 613 milyar dollar AS! Sebagian aset perusahaan ini di Amerika Utara—termasuk gedung kantor pusatnya di New York—akhirnya dibeli oleh Barclays. Sementara divisi bank investasinya yang ada di Eropa dibeli oleh Nomura.


Lehman Brothers tidak sendirian. Bank investasi terkemuka lainnya, Merrill Lynch, mengalami kerugian sebesar 51,8 milyar dollar AS. Merrill Lynch akhirnya diakuisisi oleh Bank of Amerika sebesar 50 milyar dollar AS. Dua bank investasi besar lainnya, Goldman Sachs dan Morgan Stanley, juga akhirnya berubah status menjadi bank komersial.

Sementara itu, American International Group (AIG), perusahaan asuransi terkemuka dunia dan perusahaan terbesar ke-18 di dunia dalam daftar Forbes Global 2000 tahun 2008, juga mengalami krisis likuiditas. AIG pada 16 September lalu akhirnya ditolong oleh The Fed yang memberikan talangan (bail-out) sebesar 85 milyar dollar AS, dengan imbalan 79,9% saham AIG. Ini merupakan talangan terbesar dari pemerintah kepada perusahaan swasta dalam sejarah AS.

Krisis ini juga melanda sejumlah perusahaan jasa keuangan yang walaupun namanya mungkin agak asing bagi kita di Indonesia, namun merupakan perusahaan besar di AS. Fannie Mae dan Freddie Mac, dua perusahaan pembiayaan perumahan terbesar di AS, juga diambil alih pemerintah karena mengalami kesulitan keuangan. Perusahaan lainnya, Washington Mutual (WaMu), bank simpan pinjam terbesar di AS, juga kolaps dan pada 25 September lalu dibeli oleh JPMorgan Chase dengan harga murah, ‘hanya’ sebesar 1,9 milyar dollar AS.

Bisa kita lihat, tsunami keuangan ini membuat sejumlah perusahaan raksasa tadi akhirnya tidak mampu lagi bertahan. Padahal, perusahaan-perusahaan ini punya sejarah yang sangat panjang. Lehman Brothers berdiri sejak tahun 1850, sementara Merrill Lynch sudah ada sejak tahun 1914, AIG sejak tahun 1919, dan WaMu sejak 1889.

Reputasi mereka juga sangat baik. Lehman Brothers dan Merrill Lynch merupakan perusahaan-perusahaan yang menjadi idaman para lulusan ivy league di AS. Dan siapa yang tidak kenal AIG, yang logonya terpampang besar di kaos klub Setan Merah, Manchester United?

Ya, inilah krisis keuangan terbesar dalam sejarah sejak peristiwa depresi besar era 1930-an. Untuk mengatasi krisis keuangan ini, Pemerintah AS sampai-sampai meluncurkan paket penyelamatan bernilai fantastis, 700 milyar dollar AS! Bisa kita lihat, lanskap New Wave makin lama makin gampang berubah.

Perusahaan-perusahaan besar yang sudah punya sejarah panjang dan penuh dengan track record jadi tidak berarti apa-apa kalau tidak cepat mengantisipasi perubahan dan langsung melakukan tindakan. Ini menunjukkan bahwa yang diperlukan perusahaan saat ini adalah Sense-Interpret-Decide-Act (SIDA), bukan lagi Plan-Do-Check-Act (PDCA).

Dalam bukunya Adaptive Enterprise, Stephan Haeckel menjelaskan bahwa perusahaan harus mampu merasakan dan menanggapi (sense-and-respond) apa-apa yang sedang dan akan terjadi di pasar. Perusahaan tidak bisa lagi sekadar membuat dan menjual (make-and-sell) produknya sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Paradigma “sense-and-respond” ini membuat sebuah perusahaan bisa menjadi adaptive enterprise di tengah perubahan lanskap bisnis yang semakin tidak bisa diprediksi.

Sementara, paradigma “make-and-sell” hanya membuat sebuah perusahaan menjadi efficient enterprise karena perubahannya masih bisa diprediksi. Di sini PDCA mungkin masih bisa berjalan karena PDCA yang dipopulerkan oleh Dr. W. Edwards Deming ini sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan kinerja sebuah proses yang telah direncanakan, bukan melakukan perubahan secara mendasar.

Kepemimpinan dalam adaptive enterprise berupaya secara aktif mencari sinyal-sinyal perubahan dari luar. Karena itulah, sistem yang ada merupakan sistem terbuka (open system). Sementara kepemimpinan pada efficient enterprise cenderung mengabaikan sinyal-sinyal perubahan dari luar, karena itulah sistem yang ada merupakan sistem tertutup (closed system). Maka, dengan semakin tingginya ketidakpastian, maka strategi yang paling tepat adalah strategi yang membuat sebuah perusahaan bisa menjadi adaptif, yang bisa sense early and respond quickly.

Karena itulah, sebuah perusahaan memerlukan C kelima selain Change, Competitor, Customer, dan Company dalam menganalisis lanskap bisnis di era New Wave. C kelima ini adalah Connector. Dengan demikian, perusahaan akan mampu dengan cepat melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi.

Hermawan Kartajaya

--- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --

Read More......

MENGHARGAI ORANG LAIN

Dikisahkan, di sebuah pesta perpisahan sederhana pengunduran diri seorang direktur. Diadakan sebuah sesi acara penyampaian pesan, kesan, dan kritikan dari anak buah kepada mantan atasannya yang segera memasuki masa pensiun dari perusahaan tersebut. Karena waktu yang terbatas, kesempatan tersebut dipersilahkan dinyatakan dalam bentuk tulisan.

Diantara pujian dan kesan yang diberikan, dipilih dan dibingkai untuk diabadikan kemudian dibacakan di acara tersebut, yakni sebuah catatan dengan gaya tulisan coretan dari seorang office boy yang telah bekerja cukup lama di perusahaan itu. Dia menulis semuanya dengan huruf kapital sebagai berikut, "Yang terhormat Pak Direktur. Terima kasih karena Bapak telah mengucapkan kata "tolong", setiap kali Bapak memberi tugas yang sebenarnya adalah tanggung jawab saya. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak telah mengucapkan "maaf", saat Bapak menegur, mengingatkan dan berusaha memberitahu setiap kesalahan yang telah diperbuat karena Bapak ingin saya merubahnya menjadi kebaikan. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak selalu mengucapkan "terima kasih" kepada saya atas hal-hal kecil yang telah saya kerjakan untuk Bapak.Terima kasih Pak Direktur atas semua penghargaan kepada orang kecil seperti saya sehingga saya bisa tetap bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan kepala tegak, tanpa merasa direndahkan dan dikecilkan. Dan sampai kapan pun bapak adalah Pak Direktur buat saya. Terima kasih sekali lagi. Semoga Tuhan meridhoi jalan dimanapun Pak Direktur berada. Amin." Setelah sejenak keheningan menyelimuti ruangan itu, serentak tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Diam-diam Pak Direktur mengusap genangan airmata di sudut mata tuanya, terharu mendengar ungkapan hati seorang office boy yang selama ini dengan setia melayani kebutuhan seluruh isi kantor. Pak Direktur tidak pernah menyangka sama sekali bahwa sikap dan ucapan yang selama ini dilakukan, yang menurutnya begitu sederhana dan biasa-biasa saja, ternyata mampu memberi arti bagi orang kecil seperti si office boy tersebut. Terpilihnya tulisan itu untuk diabadikan, karena seluruh isi kantor itu setuju dan sepakat bahwa keteladanan dan kepemimpinan Pak Direktur akan mereka teruskan sebagai budaya di perusahaan itu. Pembaca Yang Budiman, Tiga kata "terimakasih, maaf, dan tolong" adalah kalimat pendek yang sangat sederhana tetapi mempunyai dampak yang positif. Namun mengapa kata-kata itu kadang sangat sulit kita ucapkan? Sebenarnya secara tidak langsung telah menunjukkan keberadaban dan kebesaran jiwa sosok manusia yang mengucapkannya. Apalagi diucapkan oleh seorang pemimpin kepada bawahannya. Pemimpin bukan sekedar memerintah dan mengawasi, tetapi lebih pada sikap keteladanan lewat cara berpikir, ucapan, dan tindakan yang mampu membimbing, membina, dan mengembangkan yang dipimpinnya sehingga tercipta sinergi dalam mencapai tujuan bersama. Tentu bagi siapapun kita perlu membiasakan mengucapkan kata-kata pendek seperti terima kasih, maaf, dan tolong dimana pun, kapan pun, dan dengan siapa pun kita berhubungan. Dengan mampu menghargai orang lain minimal kita telah menghargai diri kita sendiri. Salam sukses, luar biasa!!! Andrie Wongso

Read More......

PERLUNYA PERENCANAAN HIDUP

“Every minute you spend in planning saves 10 minutes in execution; this gives you a 1,000 percent return on energy! – Setiap menit yang Anda habiskan untuk perencanaan menghemat 10 menit dalam pelaksanaan; dan energi Anda kembali 1.000 persen.” --Brian Tracy. Masa lalu adalah masa yang bukan milik kita lagi.

Masa sekarang adalah anugrah, maka manfaatkanlah sebaik mungkin. Sedangkan masa depan belum tentu milik kita dan penuh ketidakpastian. Itulah mengapa diperlukan perencanaan hidup agar kita mudah melakukan tindakan tertentu jika dibutuhkan. Ilustrasi berikut ini semoga dapat menggambarkan alangkah penting membuat perencanaan hidup. Ini kisah tentang seorang nenek tua yang berumur sekitar 70 tahun. Ia hidup seorang diri. Setiap pagi selalu ada seorang pengantar koran yang terus berteriak-teriak di depan rumahnya sampai wanita itu muncul dan mengambil koran langganannya. Teriakan keras loper koran sudah lama dikeluhkan oleh para warga sekitar. Sampai suatu pagi seorang profesor yang berada di samping rumah itu memprotes si loper koran, karena ia benar-benar terganggu. Dengan tergopoh-gopoh wanita tua itu keluar rumah, mengambil koran dari tangan loper koran itu sambil tersenyum kepada sang profesor. “Maafkan saya. Sebenarnya saya yang meminta anak itu berteriak keras-keras dan tidak pergi sampai saya muncul keluar rumah,” kata wanita itu kepada profesor tersebut. “Sebenarnya saya buta huruf dan tidak bisa membaca satu hurufpun di koran ini. Saya hanya minta bantuan loper koran itu agar memastikan saya muncul. Sebab kalau saya tidak muncul berarti saya sakit atau sedang terjadi sesuatu, sehingga dia akan segera menghubungi anak-anak saya yang berada di luar kota,” lanjut wanita tua itu menerangkan. Wanita tua itu menggunakan loper koran untuk mempersiapkan tindakan jika terjadi sesuatu yang tidak terduga. Saya rasa ia cukup cerdas merencanakan segala sesuatu, sehingga tindakan-tindakan penting dapat segera dilaksanakan jika diperlukan. Kita memang tak pernah tahu apa yang akan terjadi 1 jam, 2 jam, atau bahkan 2 menit ke depan. Bisa jadi mobil yang sedang kita tumpangi tiba-tiba mogok tersenggol becak. Atau jantung kita yang tiba-tiba mogok berdenyut? Segala kemungkinan terburuk bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Untuk itu kita harus mengantisipasi agar tindakan-tindakan penting dapat segera dilakukan sehingga tidak berakibat fatal. Bisasakan menyediakan security net atau rencana-rencana cadangan, sehingga jika ada hambatan dapat segera diambil tindakan penyelesaian. Menyimpan nomor telpon penting itu perlu seandainya tiba-tiba Anda mengalami masalah dan membutuhkan pertolongan maka Anda dapat langsung menghubungi nomor-nomor penting tersebut. Mempersiapkan peta, alat-alat perbaikan mobil dan lain sebagainya tentu sudah harus dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum rencana berlibur dilaksanakan. Begitu banyak perencanaan untuk kehidupan sehari-hari, tentu banyak hal yang juga harus dipersiapkan menjelang masa senja nanti. Itulah mengapa sangat penting melakukan perencanaan hidup sedari sekarang, agar kita hidup nyaman dan menikmati masa tua nanti. Tentu kita tak ingin menjadi salah satu diantara 7 juta lansia di Indonesia yang sekarang hidup terlantar. “Pengertian terlantar adalah lansia dengan usia di atas 60 tahun yang tidak punya penghasilan dan tempat tinggal, atau tinggal bersama dengan keluarga miskin,” kata Direktur Pelayanan Lanjut Usia Departemen Sosial RI, Tunggul Sianipar. Berikut ini beberapa hal yang harus kita lakukan sebagai bagian dari merencanakan kehidupan yang nyaman dan menyenangkan di masa tua nanti. Pertama, mempersiapkan tabungan untuk hari tua secara konsisten sebelum usia produktif berakhir, yaitu sampai umur sekitar 55 tahun. Sebab di masa tua kita sudah tak mampu bekerja keras lagi. Penghasilan menurun atau bahkan hilang, sementara kebutuhan hidup semakin tua semakin besar. Tabungan dapat dijadikan dana cadangan atau dijadikan investasi misalnya dalam bentuk rumah kos, deposito, dan lain sebagainya. Sehingga semua kebutuhan hidup dapat tetap tercukupi. Kondisi kesehatan di masa tua cenderung menurun, oleh sebab itu lakukan investasi untuk kesehatan, misalnya mengikuti asuransi kesehatan. Memiliki asuransi kesehatan sama halnya mengalihkan biaya yang harus kita keluarkan menjadi tanggungan pihak asuransi. Semakin dini kita berinvestasi untuk kesehatan, semakin kecil premi asuransi yang harus kita bayarkan sedari sekarang. Investasi untuk masa depan yang tidak kalah berharga adalah menjaga kesehatan sedari sekarang. Sebab biaya kesehatan semakin hari semakin mahal. Bila kita selalu membiasakan hidup sehat, misalnya berolah raga teratur, istirahat dan makan teratur, dan lain sebagainya, maka kemungkinan menghadapi masalah kesehatan akan lebih kecil. Sehingga keuangan kita di masa datang tidak terbebani biaya kesehatan atau untuk berobat. Memastikan dapat tinggal di sebuah rumah dengan nyaman selama Anda inginkan itu merupakan salah satu langkah penting merencanakan hidup. Usahakan untuk menyelesaikan cicilan rumah, sebelum masa pensiun atau memasuki usia lanjut. Tentu tak akan nyaman bila di usia tua masih harus dibebani dengan biaya cicilan rumah atau biaya kontrak rumah. Memperluas hubungan sosial dengan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan positif adalah salah satu perencanaan untuk menyongosng masa tua. Sebab bergaul dengan banyak orang akan membuka kesempatan untuk bertukar pengalaman. Hal itu membuat kita terus bersemangat, karena merasa tetap mendapatkan dukungan sosial, tetap diinginkan dan dihargai, meskipun kita sudah mengalami banyak kemunduran. Depresi dan perasaan hampa kerap menghantui kehidupan di masa tua. Keimanan merupakan cara yang ampuh untuk melindungi diri dari ancaman perasaan negatif tersebut. Oleh sebab itu, dekatkanlah diri kepada Tuhan YME dan lakukan kebaikan sebanyak mungkin sedari sekarang. Sangat banyak kemungkinan atas kehidupan di masa datang. Perubahan-perubahan hendaknya diantisipasi sejak dini, diantaranya mempersiapkan masa depan keuangan, kesehatan, melakukan banyak kebaikan dan meningkatkan keimanan, bekerja lebih keras, cerdas dan ikhlas dan lain sebagainya. Bagaimanapun juga mempersiapkan diri atas segala kemungkinan itu jauh lebih menguntungkan. *Andrew Ho adalah seorang pengusaha, motivator, dan penulis buku-buku best seller.Kunjungi websitenya di : www.andrewho-uol.com

Read More......

KIAT SELAMAT DI SAAT KRISIS

Oleh: Eko Endarto

Dikutip dari Kontan, Mei 2008

Kenaikan BBM dan diikuti dengan kenaikan bahan pangan sepertinya sudah tidak bisa ditahan lagi. Bahan pokok yang menjadi kebutuhan harian itu harus ditebus dengan pengorbanan dana yang tidak lagi sedikit.Bayangkan disaat penghasilan belum mungkin meningkat karena perusahaan sulit akibat kenaikan BBM, kita masih harus menerima kenyataan bahwa uang belanja dan uang transport yang sudah disiapkan ternyata tidak lagi bisa digunakan sebagaimana mestinya. Dengan keadaan demikian, apa yang mungkin kita lakukan ?


Memulainya dari dalam

Permasalahan keuangan kita terletak pada satu kenyataan yaitu tidak cukupnya penghasilan yang kita peroleh. Dan jawaban yang tepat untuk mengatasinya juga jelas yaitu membuatnya menjadi cukup. Sebagian dari kita akan berkata menapatkan penghasilan tambahan adalah jalan keluarnya. Saya tidak bisa menyalahkan anggapan seperti itu. Tapi apakah selalu penghasilan tambahan menjadi solusi ? Padahal harus diakui mendapatkan penghasilan dari luar tidaklah mudah. Bahkan kadangkala pengorbanan yang harus dilakukan tidak seimbang dengan hasil yang diperoleh. Belum lagi tidak semua orang bisa melakukannya. Untuk itu, sebelum memutuskan untuk mencoba mencari tambahan penghasilan dari luar, mungkin pembenahan di dalam bisa dilakukan terlebih dahulu. Sebab adalah suatu yang sia-sia bila kita menambah penghasilan namun tidak ada perubahan pola dalam menggunakan. Sebab yakinlah masalah keuangan bukan bergantung pada berapa besar yang kita dapatkan tapi bagaimana mempergunakannya.

Evaluasi penggunaan Dana Langkah awal untuk menstabilkan keuangan adalah membuat evaluasi terhadap keuangan kita. Coba lakukan pencatatan bulan ini apa saja pengeluaran yang keluarga telah lakukan untuk memenuhi seluruh kebutuhannya. Sebuah keluarga pernah melakukan konsultasi untuk mengelola pengeluaran bulanannya yang katanya selalu di atas target yang telah ditentukan. Setelah dilakukan evaluasi secara bersama-sama, maka diketahui bahwa biaya belanja keluarga selalu melebihi dari anggaran tiap bulan. Ini terjadi karena pada saat belanja, keluarga tersebut selalu melakukannya bersama-sama dan selalu mengeluarkan uang lebih untuk acara sarapan yang tidak dianggarkan sebelumnya. Masalahnya dana ini selalu diambil dari anggaran belanja sehingga uang belanja selalu melebihi target. Untuk itu mulai saat ini pisahkan pengeluaran yang memang utama dengan pengeluaran yang pengikutnya. Dengan demikian akan diketahui berapa besar pengeluaran riil keluarga tiap bulan.
Buat Prioritas pengeluaran Keluarkan yang harus dikeluarkan, dan tahan untuk yang belum dibutuhkan. Kadangkala kita merasa telah berusaha untuk mengeluarkan hanya yang dibutuhkan, dan telah meninggalkan yang diinginkan. Tapi bila ditanya apa kriteria butuh dan ingin ? bagaimana membedakannya ? mungkin tidak semua bisa menjawabnya secara pasti. Butuh adalah pengeluaran yang harus dilakukan, dan ingin adalah pengeluaran yang masih bisa ditunda. Jadi dengan definisi sederhana ini kita seharusnya bisa membuat dengan jelas apa saja prioritas dalam pengeluaran keluarga. Coba tanyakan ke diri Anda pada saat mengeluarkan uang. “Apakah pengeluaran ini bisa ditunda ? apa akibatnya bila ditunda?” bila jawabannya adalah tidak bisa ditunda atau bila ditunda akan mengakibatkan efek negatif yang lebih tinggi, maka itu adalah kebutuhan. Namun bila dari pertanyaan pada diri Anda tadi terjawab bahwa ditundapun tidak menjadi masalah, atau kalau ditunda tidak memberikan efek negatif terlalu besar, maka itu adalah keinginan. Saat ini komunikasi adalah suatu kebutuhan. Dan membeli pulsa otomatis adalah kebutuhan. Bila dengan ditundanya membeli pulsa akan berakibat fatal kepada diri Anda dan keluarga misalnya akan mengganggu usaha keluarga, maka membeli pulsa adalah kebutuhan. tapi bila penundaan membeli pulsa hanya berakibat Anda tidak bisa menghubungi rekan arisan atau rekan nongkrong Anda, maka itu adalah keinginan.
Redam pengeluaran tidak terdeteksi Salah satu kegagalan dalam keuangan keluarga adalah terjadinya pemborosan. Sebuah keluarga pernah melakukan konsultasi tentang hal tersebut. Pengeluaran telah dianggarkan semua, dan secara hitam di atas putih kelebihan dana terdeteksi ada. tapi kenapa di akhir bulan uang tersebut selalu habis bahkan kurang ? Walaupun saya tahu bahwa kita bisa saja melakukan penyusuran satu persatu, tapi saya rasa hal itu akan membosankan. Jadi kenapa tidak kita rubah polanya. Saya menyarankan kepada keluarga itu untuk menambahkan 1 hal yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya yaitu menyelamatkan kelebihan dana mereka. Tiap awal bulan, setelah menghitung dan membuat anggaran, keluarga tersebut biasanya membiarkan kelebihan dana mereka di dalam tabungan sebagai dana tak terduga. Maka mulai saat setelah konsultasi, mereka harus meletakkan kelebihan dana tersebut dalam bentuk barang produktif, dalam hal ini keluarga tersebut setuju untuk membeli emas koin. Apa yang terjadi ? setelah session konsultasi , tiap bulan keluarga tersebut selalu bisa membeli mas koin dan selalu bertambah terus jumlahnya tiap bulan. Bagaimana dengan dana tak terduga ? saya sarankan untuk menggunakan kartu kredit untuk hal tersebut. Tapi tentu saja dengan konsekuensi harus membayarnya setelah di tagih. Dananya ? ya dari menjual emas. Tapi entah mengapa sampai saat ini kartu tersebut belum pernah digunakan. Kadangkala sadar atau tidak , kalau kita menyisakan uang untuk sesuatu yang tak terduga, maka hal tak terduga itu tersebut bisa terjadi. Untuk itu jangan mengharapkan untuk terjadi, caranya pisahkan dulu kelebihan dana Anda dimuka, agar tidak menjadi pengeluaran tak terduga dan tak terdeteksi

Menyelesaikannya dari luar

Di atas kita sudah membahas bagaimana kita harus bertindak dari dalam untuk menghadapi kemungkinan kenaikan harga-harga. Sekarang saatnya untuk menyelesaikannya dari luar. Sebab pada dasarnya keuangan keluarga bergantung pada dua aspek yang mempengaruhi yaitu dari dalam bagaimana seseorang mengatur dan mengelola uangnya dan dari luar yaitu bagaimana seseorang mengatur dan mengelola semua godaan dan tawaran yang bisa mempengaruhi keuangan keluarga secara keseluruhan.

Menghindari Utang Baru Kalau tidak terpaksa, hindari untuk membentuk utang baru terlebih bila utang tersebut adalah utang konsumtif. Ingat pengeluaran Anda saat ini akan terus meningkat, dan memang sepertinya tambahan dana dari luar adalah salah satu jalan yang bisa ditempuh. Tapi utang bukanlah tambahan dana melainkan tambahan kewajiban yang mau tidak mau harus kita selesaikan. Terlebih dengan kenaikan harga, tidak menutup kemungkinan akan naik juga suku bunga pinjaman yang menjadi kewajiban Anda.
Diskon tidak selalu menjadi jawaban Kalau bicara diskon, biasanya kita mengasumsikannya dengan penyelamat. Bayangkan disaat semua harga tinggi, masih ada yang mau member harga rendah. Tapi kalau saya boleh member saran dalam mengeluarkan dana, yang terpenting bukan berapa besar yang yang Anda keluarkan, tapi untuk apa Anda mengeluarkannya. Daripada mengeluarkan dana sedikit untuk barang yang tidak dibutuhkan atau malah barang yang hanya membuat Anda menjdai lebih konsumtif; mungkin lebih baik membeli barang dengan harga sedikit lebih mahal tetapi memang kita butuhkan.
Menghindari Spekulasi Investasi Satu lagi yang harus dihindari adalah spekulasi investasi. Dengan makin sulitnya keadaan ekonomi, makin banyak orang yang menawarkan alternative penyelesaian yang salah satunya dari sisi investasi.Pada saat demikian, biasanya jenis investasi yang memberikan hasil maksimal dianggap sebagai jalan keluar. Namun bila kita tidak mengerti dan menguasainya, jangan pernah masuk di dalamnya.
Buat perlindungan Salah satu cara untuk melakukan penghematan dan membantu keuangan adalah dengan memindahkan biaya yang mungkin terjadi kepada pihak lain. Dan hal itu bisa dilakukan oleh pihak asuransi. Bila dulu kita terbiasa dengan menyelesaikan semua masalah melalui uang pribadi, mungkin sudah saatnya Anda menyerahkan masalah yang besar-besar kepada pihak asuansi. Biaya kesehatan, perbaikan kendaraan dan perlindungan rumah, bisa sebagai permulaan langkah. Ingat dengan naiknya biaya BBM maka otomatis biaya lainnya juga naik termasuk kesehatan, perbaikan dan pembangunan.
Mencoba menambah penghasilan Terakhir, memang tidak ada jalan lain selain mencoba menambah penghasilan. Mulailah berusaha mengali potensi diri, kenali kondisi lingkungan dan selalu cari alternative adalah salah satu cara untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Tidak perlu besar, tapi buatlah itu menjadi suatu yang rutin. Sehingga diantara semua biaya yang naik tadi, ada sedikit tambahan penghasilan untuk sekedar bisa menambah investasi kita

Salam. Eko Endarto Perencana Keuangan

Read More......