Corporate Social Responsibility dan kasus yang berkaitan

Corporate Social Responsibility dan kasus yang berkaitan
Dosen : DR Titus Tjandra Disadur : MM 53 PELAJARAN YANG DIPEROLEH Materi yang kita peroleh selama mata kuliah seminar bisnis dosen tamu pak Titus, yaitu terdapat poin-poin penting antara lain adalah CSR,

Moral dan kasus – kasus yang membuka mata kita betapa sebuah aturan dan kerjasama yang tidak lazim dapat merugikan negara yang dapat berdampak langsung kepada rakyat kecil. Pertama pembahasan menegani CSR, terdapat tiga syarat yang harus dilakukan agar tanggung jawab social dapat dipenuhi oleh setiap perusahaan, yaitu: 1. a. Sadar dan mengetahui mana hal yang baik dan yang buruk. b. Sikap rasional manusia dewasa. 2. Kebebasan tanpa paksaan/tanggung jawab moral. 3. Kemauan dan bersedia untuk melakukan. Adapaun poin-poin yang berkaitan dengan tanggung jawab social perusahaan yaitu: 1. Kepentingan masyarakat luas; dengan cara mengurangi ketimpangan social dan menegakkan keadilan social. 2. Perkembangan bisnis modern => keterlibatan social disamping keperluan ekonomi => penekanan terhadap citra. 3. Aturan hukum dalam masyarakat => menghindari kekacauan yang timbul di masyarakat. 4. Memperhatikan hak dan kepentingan stakeholders. Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini tanggung jawab sosial perusahaan Indonesia masih sangat rendah, yang tentunya akan membawa Indonesia dalam keterpurukan, hal tersebut dipengaruhi oleh berubahnya gaya hidup atau sikap dari masyarakat Indonesia, yang semula gotong royong dan musyawarah mulai bergeser dan memudar jiwa kebersamaan tersebut akibat dari pengaruh dan kesenjangan yang tidak seimbang di masyarakat, 3 sikap yang muncul di masyarakat modern Indonesia adalah : 1. Egoistik. 2. Materialistik. 3. Individualistik. Dijelaskan oleh Pak Titus, bahwa ketiga gaya hidup atau sikap diatas akan menimbulkan sikap hedonistik (keserakahan), yang menyebabkan masyarakat menjadi mudah tidak puas, maruk dan mementingkan dirinya sendiri tanpa mau memikirkan tanggung jawab sosial dan kepentingan bersama, hal ini juga berlaku pada banyak perusahaan belakangan ini, akibat dari ketatnya persaingan tidak sehat. Salah satu yang tidak lazim dalam mengambil keuntungan tidak wajar dengan merampok negara adalah kasus BCA yang berhubungan dengan kasus BLBI. Oleh karena itu, tanggung jawab sosial sangat penting, agar tidak terjadi kehancuran dalam segala aspek, termasuk dunia bisnis. Menurut survey NACE (National Association of Colleges and Employers) USA, sekarang ini dalam dunia usaha yang dibutuhkan bukan lagi IQ yang tinggi, namun kemampuan untuk berkomunikasi dan kejujuran atau integritas. Keseimbangan diantara kedua hal tersebut diperlukan. Karena tanpa IQ perusahaan tidak akan berjalan dengan baik, tetapi tanpa EQ perusahaan akan mencapai kebobrokan dan kecurangan yang tidak disadari oleh kita selama ini. Berikut kita akan mencerikan kasus yang dibahas dalam seminar bisnis. MATERI PEMBAHASAN CSR, kita sudah sering mendengar hal tersebut, namun tidak ada yang mengerti makna sesungguhnya dari CSR tersebut, rata-rata hanya mengangap CSR tersebut adalah perbaikan lingkungan, tetapi tidak sekedar itu saja, CSR adalah menyangkut segala aspek baik lingkungan, sosial, hubungan setiap individu, penghematan dan banyak lagi. Oleh karena itu mari kita jabarkan yang dimaksud dengan CSR. Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggungjawab sosial perusahaan merupakan sebuah konsep yang mendukung perusahaan untuk menyadari adanya keterikatan dalam lingkungan sosial dengan mempertanggungjawabkan akibat dari aktivitas perusahaan kepada customers, employees, shareholders, communities and the environment dalam segala aspek. CSR (Tanggung Jawab Sosial) adalah mengenai:
1. Bagaimana mengelola bisnis yang memberikan dampak positif terhadap masyarakat.
2. Bagaimana memenuhi kebutuhan dan harapan pemegang saham dan pemangku kepentingan
3. Pengelolaan resiko dan reputasi
4. Investasi terhadap sumber daya dimana perusahaan akan bergantung
Beberapa alasan yang mendukung adanya program CSR di dalam perusahaan , yaitu :
1. Adanya pengaruh globalisasi dan internasionalisasi yaitu adanya tekanan dari negara lain, terutama mitra dagang yang menetapkan kondisi yang harus diikuti perusaahaan local, maka bila tidak produk eksport nya akan ditolak.
2. Jenis usahanya terutama perusahaan yang bergerak dalam usaha eksplorasi alam (SDA) melakukan CSR lebih disebabkan tekanan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sehingga perusahaan melakukan penyeimbangan sebagai dampak pencemaran lingkungan dengan melakukan reklamasi alam , reboisasi, pengelolaan limbah. Hal tersebut hanya sebagai topeng untuk melegalkan dan mengamankan operasional perusahaan agar tidak dikritik masyarakat.
3. CSR dilakukan dalam bentuk pemberian fasilitas kepada pekerja atau para guru bukan atas kesadaran perusahaan melainkan adanya ancaman mogok atau unjuk rasa.
4. CSR dilakukan perusahaan sebatas pemberian sumbangan, hibah, bantuan untuk bencana alam yang sifatnya momentum yang dianggap mampum menbentuk citra dan reputasi di masyarakat.
Saat ini, dalam kehidupan dalam dunia kerja, sosial dan lainnya kejujuran dan keadilan menjadi faktor yang sulit diperoleh, semua akibat dari keserakahan manusia terhadap apa yang ingin diperolehnya. Oleh karena itu pendidikan dan pemahaman mengenai pengetahuan dan nilai filosofi harus seimbang. Sehingga setiap individu memeliki moral yang baik dan tidak menghalalkan segala cara yang tidak lazim untuk memperoleh apa yang diinginkannya.
Pro dan kontra dari CSR yang diterangkan oleh pak Titus dalam seminar bisnisnya. Yang Pro terhadap perkembangan CSR yaitu karena : 1. Kebutuhan dan harapan masyarakat yang berubah yaitu Kualitas dan harga 2. Terbatasnya sumber daya alam maka harus tetap dipelihara. 3. Lingkungan sosial yang baik memerangi pengangguran, sehingga mengurangi kriminalitas. 4. Perimbangan tanggung jawab dan kekuasaan. 5. Karyawan sebagai aset perusahaan. 6. Keuntungan jangka panjang. Yang kontra terhadap CSR karena : 1. Mengejar laba yang sebesar-besarnya. 2. Bila tidak fokus akan membingungkan. 3. Biaya sosial begitu besar. 4. Kurangnya tenaga terampil.
Antara pro dan kontra, menurut kita dalam konteks CSR, kita bisa mengambil makna bahwa sesuatu yang positif membutuhkan pengorbanan, dari segi biaya, tenaga dan waktu. Perlu diketahui juga saat di dunia kerja membutuhkan tenaga kerja yang jujur dan pandai berkomunikasi, karena jika tidak hanya akan menimbulkan permasalahan dalam perusahaan tersebut. Berikut adalah kriteria harapan dari tekanan dunia usaha kepada pekerja yaitu : No. HARAPAN SKOR 1. Kemampuan berkomunikasi 4,69 2. Kejujuran/Integritas 4,59 3. Kemampuan bekerja sama 4,54 4. Kemampuan interpersonal 4,50 5. Etos kerja yang baik 4,46 6. Memiliki motivasi & inisiatif 4,42 7. Mampu beradaptasi 4,41 8. Kemampuan Analitikal 4,36 9. Kemampuan komputer 4,21 10. Kemampuan berorganisasi 4,05 11. Berorientasi pada detail 4,00 12. Kemampuan memimpin 3,97 13. Percaya diri 3,95 14. Berkepribadian ramah 3,85 15. Sopan / beretika 3,82 16. Bijaksana 3,75 17. IPK > 3,0 3,68 18. Kreatif 3,59 19. Humoris 3,25 20. Jiwa entrepreneurship 3,23 Hasil survei NACE (National Association of colleges and employers) USA. Skor dengan skala 1-5 ( 5 tertinggi). Kemampuan berkomunikasi menjamin, setiap usaha team menghasilkan performa dan relasi yang lebih baik. Oleh karena itu kemampuan berkomunikasi menempati posisi tertinggi pada harapan dunia kerja. Top 5 yang di harapkan dari perusahaan yaitu : 1. Kemampuan berkomunikasi 4,69 2. Kejujuran/Integritas 4,59 3. Kemampuan bekerja sama 4,54 4. Kemampuan interpersonal 4,50 5. Etos kerja yang baik 4,46 Jika dihubungkan dengan kinerja perusahaan tentu saja akan baik, namun belum tentu maksimal jika tidak didukung faktor lain yaitu poin 6 sampai 20, kesemua hal tersebut harus saling mendukung dalam dunia kerja dan usaha. BLBI Apakah itu BLBI, jika kita bertanya mengenai hal tersebut tentu yang ada dalam benak kita adalah bantuan dalam hal keuangan untuk menyelamatkan perusahaan. Dalam team kami, melihat BLBI itu suatu pemborosan yang tidak terselesaikan. Mari kita telusuri awal mulanya terjadi BLBI. Pertama hal yang terjadi pada saat itu adalah peraturan perundangan yang baru yaitu pakto 88 yaitu paket oktober 88, dimana peraturan tersebut memberikan kemudahan kepada setiap individu untuk membangun bank dengan hanya bermodal 10 milyar, maka pada saat tersebut terjadi pendirian bank sebanyak 200 bank. Kesalahan mulai terjadi dimana pendirian bank adalah para pemilik usaha yang mempunyai hutang di bank nya sendiri sehingga rasio dan neraca tidak sesuai, dimana fungsi bank sebagai alat untuk menyimpan dan meminjamkan dana untuk usaha di luar demi perkembangan usaha atau intermediasi malah digunakan untuk keperluan pribadi yang berhubungan dengan usahanya mencapai 95% dari dana yang ada. Hal tersebut sungguh merugikan rakyat kecil, dimana uangnya digunakan oleh penguasa-penguasa bank tersebut dengan resiko yang tidak jelas. Lalu pada tahun 1997 terjadilah krisis ekonomi, dimana merupakan dari dampak dari ekonomi di asia. Sehingga mata uang rupiah terpuruk terhadap mata uang asing. Akibatnya hutang-hutang luar negeri menjadi membengkak dan tak terkendali. Pada akhirnya akan nasabah yang menabung di bank menarik dananya secara besar-besaran di bank. Akibatnya bank-bank kecil yang pendiriannya tidak kokoh terjadi kekosongan kas dan menjadi bank tidak sehat. Sehingga nasabah tidak percaya lagi kepada bank. Karena banyak bank terjadi rush, pemerintah demi menyelamatkan bank-bank agar dimata international tidak semua bank hancur selama masa krisis moneter. Maka pemerintah mengeluarkan BLBI.
Seperti yang diterangkan oleh pak Titus, disini mulanya terjadi ketidakwajaran dalam bantuan dana tersebut seperti yang terjadi pada kasus BCA. Dalam kasus BCA pada awalnya dari pemberian bantuan kepada BCA sebesar 32 trilyun. Jumlah tersebut dibayarkan secara bertahap yaitu sebesar 8 trilyun, 13,28 trilyun, dan 10,71 trilyun. Dari jumlah ini yang telah dibayarkan oleh BCA adalah cicilan utang pokok sebesar 8 trilyun dan pembayaran bunga sebesar 8,3 trilyun yang tingkat bunganya ketika itu sangat besar yaitu 70 % per tahun. Pada waktu itu sebesar 8 trilyun yang mengurangi utangnya hanya hutang pokoknya saja. Pembayaran bunga, walaupun sebesar Rp. 8,3 trilyun dengan tingkat bunga yang 70 % setahun. Jadi sisa utang BCA kepada BLBI oleh pemerintah dianggap sebesar Rp. 23,99 trilyun. Jumlah ini dianggap setara dengan 92,8 % dari nilai saham-saham BCA. Maka kepemilikan BCA sebesar ini disita oleh pemerintah sebagai pelunasan utang BLBI. Ternyata didalam BCA, keluarga salim pemilik BCA sebelumnya memiliki utang kepada BCA sebesar 52,7 trilyun dan bukan utang BLBI. Dimana uang ini pada saat pemilik BCA masih memegang BCA menggunakan uang tersebut untuk pembangunan usahanya. Dikutip dari skema slide pak Titus, bahwa untuk melunasi sisanya hutang kepada BCA keluarga Salim tidak memiliki uang tunai. Maka dibayarlah dalam skema Pelunasan Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) yang wujudnya Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) dengan uang tunai sebesar Rp. 100 milyar dan 108 perusahaan. Yang menentukan bahwa penyelesaian atau settlement seperti ini bagus dan absah adalah pemerintah sendiri. Yang menentukan bahwa nilai 108 perusahaan memang sebesar Rp. 51,9 trilyun adalah pemerintah sendiri. Dalam penentuan ini, pemerintah menggunakan jasa Danareksa, Bahana dan Lehman Brothers. Kita membaca di media massa sangat terkemuka berbagai uraian dari para akhli Danareksa dan Bahana yang dianggap sangat-sangat pandai dan mesti betulnya. Lehman Brothers bahkan menyatakan secara tertulis bahwa nilainya 108 perusahaan tersebut terlampau kecil, dengan selisih angka sebesar Rp. 204 milyar. Jadi menurut Lehman Brothers, pembayaran utang oleh Salim sebesar Rp. 100 milyar tunai ditambah dengan 108 perusahaan nilainya Rp. 53,204 trilyun, atau kelebihan Rp. 204 milyar dibandingkan dengan utangnya. Namun pendapat Lehman Brothers tentang yang kelebihan Rp. 204 milyar ini tidak dianggap atau tidak digubris oleh pemerintah. Selisih penilaian dari 108 perusahaan yang semula Rp. 52,8 trilyun oleh Bahana, Danareksa dan Lehman Brothers kemudian dinilai oleh Price Waterhouse Coopers (PWC) dengan titik tolak penjualan “paksa” tidak lebih lambat dari tanggal tertentu. PWC tiba pada angka Rp. 20 trilyun saja. Titik tolak dan asumsi ini tertuang dalam Letter of Intent dengan IMF. Dalam prakteknya keseluruhan 108 perusahaan ternyata memang hanya laku dijual dengan nilai sekitar Rp. 20 trilyun saja.
kami melihat banyak sekali keganjilan dari harga beli dan jual yang berjarak cukup jauh, padahal tim audit dari perusahaan ternama bisa memiliki hasil audit yang sangat berbeda, kenapa hal tersebut tidak di selidiki oleh pemerintah saat ini, untuk menguak apa yang sebenarnya terjadi pada BCA dengan dana BLBI nya saat itu, dan lagi-lagi BCA bisa-bisanya dengan mudah berpindah tangan ke pemilik asing. Berarti sekenario ini sudah dirancang dari awalnya sampai titik akhir ke tangan orang yang telah direncanakan. Sekali masalah ini siapa lagi yang dirugikan jika bukan rakyat kecil. Keserahkahan manusia terhadap kepemilikan, dana, kekuasaan membutakan bahwa tindakan tersebut telah mencelakakan negara dan rakyat kecil, akibatnya bangsa Indonesia tidak akan pernah menjadi negara maju karena tidak adanya dana yang mendukung tindakan sosial yang lebih.

Tidak ada komentar: