Control Your Destiny or Someone Else Will: The GE Way

GENERAL Electric (GE) adalah salah satu perusahaan yang dikagumi banyak orang, termasuk saya. Banyak hal yang bisa dipelajari dari perusahaan ini. Berbagai buku tentang GE juga telah ditulis, termasuk karya Noel Tichy dan Stratford Sherman yang menginspirasi judul tulisan ini, Control Your Destiny or Someone Else Will.

Satu hal yang menarik diamati adalah perubahan yang terjadi di GE sejak era Jack Welch sampai Jeff Immelt sekarang. Begitu diangkat sebagai CEO dan Chairman GE pada tahun 1981, Welch bergerak cepat. Sepanjang dasawarsa 1980-an, Welch bekerja keras merampingkan GE dan membuatnya jadi lebih kompetitif. Welch dikenal sangat terobsesi dengan shareholder value. Pidatonya yang berjudul “Growing Fast in a Slow-Growth Economy” menunjukkan dengan jelas obsesi Welch ini. Welch mendorong para manajernya untuk bekerja lebih produktif. Ia juga memangkas birokrasi untuk meningkatkan efisiensi. Welch juga tidak segan-segan memecat karyawan yang dianggap tidak memiliki kinerja yang bagus. Hasilnya? Secara finansial GE sukses besar di bawah kepemimpinan Welch. Pada tahun 1980, sebelum era Welch, revenue GE sekitar 26,8 milyar dollar AS. Pada tahun 2000, satu tahun sebelum Welch pensiun, revenue-nya meningkat pesat menjadi 130 milyar dollar AS! Nah, setelah era Welch berakhir pada tahun 2001, giliran Jeff Immelt yang memimpin GE. Sama seperti Welch, Immelt pun langsung melakukan transformasi. Immelt melihat bahwa GE cenderung sudah tidak inovatif. Ia menilai bahwa obsesi GE terhadap bottom-line results dan kecenderungan untuk memecat orang yang tidak mampu memenuhinya—warisan dari Welch—akan membuat para eksekutif GE tidak berani mengambil risiko. Maka, Immelt ingin agar GE lebih berani mengambil risiko, lebih memperhatikan soal pemasaran, dan yang lebih penting, lebih berani melakukan inovasi. Beda dengan era Welch sebelumnya yang menekankan soal efisiensi, pemotongan biaya, dan ketrampilan melakukan deal-deal bisnis. Hal ini mau tidak mau memang harus dilakukan. Lanskap bisnis pada era Welch berbeda dengan era Immelt. Pada era Welch, ekonomi Amerika tumbuh pesat pada tahun 1990-an saat dipimpin Bill Clinton. Sementara Immelt harus menghadapi masa-masa pasca peristiwa serangan teroris 9/11, ekonomi domestik Amerika yang pertumbuhannya lebih lambat di bawah kepemimpinan George W. Bush, para investor yang lebih demanding karena baru saja mengalami dotcom bomb, dan juga pesaing-pesaing global yang lebih banyak. Bisa kita lihat bagaimana perusahaan sekelas GE pun terus berubah sesuai dengan perubahan lanskap bisnis yang dihadapi. Kebetulan MarkPlus Institute of Marketing (MIM) sendiri tahun 2007 lalu pernah diminta untuk memberikan pelatihan bagi para eksekutif GE Asia di tiga kota sekaligus: Singapura, Shanghai, dan Sydney. Jadi, sedikit banyak saya juga bisa belajar dari orang-orang GE sendiri. Saya sendiri pernah menginap semalam di Kantor Pusat GE di Fairfield Connecticut, Amerika. Saya juga pernah dua kali diundang ke Crotonville, corporate university-nya GE. Kampus yang didirikan pada tahun 1956 ini sekarang namanya John F. Welch Leadership Development Center, untuk menghormati Jack Welch yang sudah pensiun. Di Crotonville inilah para karyawan GE, mulai dari karyawan baru sampai ke jajaran top management, digembleng dengan berbagai program pendidikan. Selain Six Sigma, program penting lainnya adalah Change Acceleration Process (CAP). CAP yang merupakan inisiatif Jack Welch ini bertujuan untuk menyiapkan para manajer GE agar mampu mengelola proses perubahan secara lebih efektif. Welch memang telah membangun fondasi yang kuat di Crotonville ini. Perusahaan yang kuat itu bukan perusahaan yang ukurannya besar semata, namun perusahaan yang orang-orangnya siap berubah setiap saat. Untuk menghadapi perubahan eksternal, sebuah perusahaan sebelumnya harus bisa melakukan perubahan internal. Perubahan internal ini ada tiga jenis, yaitu Political Change, Technical Change, dan Cultural Change. Political Change adalah perubahan di tingkat manajemen puncak. Para pengambil keputusan harus benar-benar mendukung program perubahan internal yang sedang terjadi. Technical Change merupakan perubahan yang menyangkut aspek-aspek seperti strategi, sistem, struktur, dan sebagainya. Technical Change ini biasanya disusun oleh sekelompok kecil orang yang memang ahli dalam bidangnya. Sementara itu, Cultural Change adalah perubahan budaya korporat yang menyangkut seluruh karyawan tanpa kecuali. Nilai-nilai (values) dan perilaku (behaviour) baru musti dijalankan dengan konsisten. GE telah melakukan ketiga perubahan internal tersebut dan hasilnya bisa sama-sama kita lihat. Jadi, hanya perusahaan yang siap berubahlah yang akan mampu bertahan di lanskap New Wave ini. ---Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas--Hermawan Kartajaya

Read More......

Battling for Profit: Google vs Yahoo!

Jumat, 12 September 2008 MANA yang lebih penting: profit atau pangsa pasar (market share)? Bagi saya, profit lebih penting, karena profitlah yang sebenarnya merupakan modal bagi perusahaan untuk bisa berkembang.

Namun, masih banyak orang yang menganggap bahwa pangsa pasarlah yang harus dikejar. Ini terjadi karena dulu ada istilah yang namanya Profit Impact of Market Strategy (PIMS). Istilah ini sebenarnya merupakan judul laporan dari lembaga Strategic Planning Institute di Amerika. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa profitabilitas perusahaan akan meningkat seiring dengan meningkatnya pangsa pasar perusahaan tersebut. Namun, laporan PIMS ini ternyata tidak seluruhnya benar. Di Jepang, banyak perusahaan yang hancur karena mereka berebut pangsa pasar at any cost, dan berharap profit akan datang kemudian. Dalam bukunya, Can Japan Compete?, Michael E. Porter dkk. bilang bahwa salah satu penyebab kemandekan ekonomi Jepang sejak pertengahan 1980-an adalah karena perusahaan-perusahaan Jepang lebih mengejar ekspansi pasar ketimbang memikirkan masalah profitabilitas. Perusahaan-perusahaan Jepang menganut falsafah lifetime employment. Jadi, ekspansi bisnis adalah suatu keharusan untuk menampung tenaga kerja yang terus bertambah. Sementara dari sisi kepemilikan saham, 60% sampai 70% saham dari mayoritas perusahaan-perusahaan Jepang dimiliki oleh institusi-institusi yang relatif stabil dan bersahabat, seperti bank, perusahaan asuransi, dan perusahaan terafiliasi (keiretsu). Para pemegang saham seperti ini juga jarang memperjualbelikan sahamnya. Struktur kepemilikan seperti ini mendorong para manager untuk lebih fokus kepada pertumbuhan, bagaimana menciptakan lebih banyak bisnis untuk perusahaan-perusahaan terafiliasinya. Tak heran jika perusahaan Jepang sekarang ini seperti kehilangan daya saing dan pamornya dari perusahaan-perusahaan Korea Selatan dan China. Jadi, profit atau bottom line tetaplah merupakan fondasi dari bisnis. Tanpa profit, perusahaan tidak bisa berkembang dan akhirnya akan ditinggalkan oleh tiga stakeholders utamanya: customer, people, dan investor. Namun, bagaimana dengan era New Wave sekarang ini? Sebelumnya, saya ingin membahas dulu tentang meletusnya gelembung dotcom. Pada akhir 1990-an dan awal tahun 2000, banyak orang mendirikan perusahaan dotcom. Tingkat suku bunga yang relatif rendah pada tahun 1998-1999 mendorong orang untuk berinvestasi di bisnis dotcom. Selain itu, mereka juga tergiur melihat valuasi saham perusahaan-perusahaan dotcom yang sangat tinggi. Padahal, model bisnis mereka belum jelas. Nilai saham yang tinggi itu pun sebenarnya lebih disebabkan oleh spekulasi individual ketimbang indikasi prospek bisnis perusahaan-perusahaan dotcom tersebut. Akhirnya, pecah juga gelembung dotcom ini. Semua orang serentak menjual saham-sahamnya di NASDAQ ketika profit yang diharapkan tidak kunjung tiba. Letusan gelembung dotcom ini akhirnya mengakibatkan hilangnya sekitar 5 triliun dollar AS nilai pasar (market value) dari perusahaan-perusahaan teknologi selama periode Maret 2000 sampai Oktober 2002! Nah, sekarang bisnis Internet sudah lebih matang. Perusahaan-perusahaan yang mampu bertahan adalah yang revenue model-nya jelas, seperti eBay, Amazon.com, Yahoo!, dan Google. Jadi, bukan sekadar asal masuk Internet, tapi bottom line-nya belum jelas. Coba kita simak dua raksasa Internet saat ini: Google dan Yahoo! Revenue yang diperoleh Google 99%-nya berasal dari iklan. Sejumlah aplikasi iklan seperti AdWords, AdSense, Pay-per-Click (PPC) memberikan pemasukan sebesar 10,492 miliar dollar AS kepada Google pada tahun 2006. Sisa pemasukan berasal dari layanan-layanan lain seperti Google Answers dan produk-produk untuk enterprise.Sementara revenue Yahoo! sekitar 88% berasal dari layanan marketing, yang sebagian besar dari search advertising. Ini mirip-mirip dengan Google. Sisanya berasal dari layanan-layanan seperti Yahoo! Domains, Yahoo! Web Hosting, Yahoo! Merchant Solutions, Yahoo! Business Email, dan Yahoo! Store. Yahoo! memang agak terlambat menemukan model bisnisnya sehingga kurang sesukses Google. Walaupun lahir lebih dulu dan sudah jauh lebih populer ketimbang Google (baca: menguasai pangsa pasar) saat itu, Yahoo! masih mengalami kesulitan keuangan. Pada Januari 2008 lalu Yahoo! mengumumkan PHK kepada 1000 orang atau sekitar 7% dari total karyawan. Karena harga sahamnya yang terus melemah beberapa waktu belakangan ini, Yahoo! pun menjadi sasaran akuisisi sejumlah perusahaan seperti Microsoft dan News Corp., walaupun masih tetap belum terjadi deal sampai saat ini. Nah, ini membuktikan bahwa di era New Wave Marketing ini profit masih tetap nomor satu. Percuma saja menjadi raja di pasar jika tidak mampu menghasilkan profit. ---Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas---

Hermawan Kartajaya

sumber:http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/12/00095925/battling.for.profit.google.vs.yahoo

Read More......

Jadi Pemimpin di Usia Muda

Muda, energik, punya kedudukan tinggi dan tentunya berpenghasilan besar. Mungkin itu impian banyak orang saat melamar kerja. Bukan tidak mungkin, karena, saat ini semakin banyak saja pimpinan perusahaan ternama masih muda usia.

Tapi tentunya, mereka bisa mencapai level tersebut karena memiliki kualitas tertentu. Nah, bagaimana bisa mencapainya? Beberapa tips berikut bisa Anda terapkan agar impian Anda terwujud.Kerja saat kuliahKalau berambisi jadi pimpinan di usia yang relatif muda, salah satunya dengan merintis karier sejak dini. Tidak ada salahnya selagi masih kuliah, sudah nyambi bekerja di suatu perusahaan. Cari pengalaman kerja sebanyak-banyaknya. Untuk itu, cobalah magang di beberapa perusahaan. Atau bisa juga dengan aktif di organisasi. Jadi, begitu lulus, Anda sudah punya bayangan tentang dunia kerja.Hasil suatu penelitian juga menunjukkan, bahwa fresh graduate tanpa pengalaman kerja atau tanpa pengalaman berorganisasi, agak sulit beradaptasi dengan ritme pekerjaan. Mereka biasanya sangat idealis dan kurang bisa memberikan solusi yang tepat dan realistis. Hanya saja, perlu diperhatikan, tetaplah fokus pada kuliah. Jangan sampai gara-gara asyik bekerja, Anda jadi lupa menyelesaikan studi. Sayang kan, kalau tinggal selangkah lagi gelar gagal sampai di tangan. Jangan lupa, level pendidikan juga turut diperhitungkan saat dipromosikan jadi pimpinan.Keep learningSegala sesuatu akan terus berkembang. Termasuk pekerjaan. Kalau sebagai karyawan kita tidak mau mengembangkan diri, bisa-bisa karier kita jalan di tempat. Untuk bisa maju kita harus bisa mengikuti perkembangan teknologi atau ilmu pengetahuan terbaru. Ilmu manajemen pun selalu berubah. Belum lagi jika perusahaan Anda bergerak di bidang yang inovatif, seperti teknologi informasi, pertelevisian, broadcasting, desain produk dan sebagainya. Anda harus siap untuk terus-menerus belajar dan menerima ilmu-ilmu baru yang berkaitan dengan pekerjaan.Be a fast learnerSelain harus selalu mempelajari hal-hal baru, kita juga dituntut untuk bisa belajar secara cepat. Artinya, saat mengadaptasi pengetahuan baru, kita bisa cepat mengerti dan mengaplikasikannya dalam pekerjaan. Seringkali, yang membuat karyawan sulit berkembang adalah karena kemampuannya menyesuaikan diri dengan perubahan sangat lambat. Juga ia tidak mampu menyerap pengetahuan baru dengan cepat.Nah, sebagai calon pemimpin, Anda sebaiknya mempersiapkan diri dengan selalu meng-upgrade diri sendiri dengan cepat. Jadi, seandainya bos Anda memberi proyek baru, segeralah cari informasi dan pelajari semua hal berkaitan dengan proyek tersebut. Anda akan terlihat profesional dan kreatif.

sumber : http://www.beritanet.com/Business/Career/pemimpin_usia_muda_1.html

Read More......