A Tale of Three Communities: Harley-Davidson, Facebook and HTML

“So screw it, let’s ride.” Maaf sebelumnya kalau kata-katanya sedikit ofensif. Tapi, tahukah Anda, siapakah yang mengatakan kalimat tadi? Itulah slogan terbaru dari Harley-Davidson (Harley) yang diluncurkan pada awal Mei 2008 lalu. Kalimatnya memang sedikit ofensif, namun hal ini justru cocok dengan citra pemberontak yang melekat pada perusahaan motor besar asal Milwaukee tersebut.

Slogan tersebut memang mengacu kepada situasi ekonomi Amerika yang kurang baik. Dengan slogan ini, Harley seolah ingin menyatakan, tak usah terlalu mempedulikan situasi saat ini. Nikmatilah hidup dengan mengendarai Harley. Padahal, Harley sendiri juga sedang mengalami masalah. Penjualannya di Amerika menurun hampir 13% selama Q1 2008 lalu.
Harley memang sangat memperhatikan para pelanggannya. Dengan berbagai program pemasarannya, termasuk salah satunya dengan membuat slogan baru tadi, Harley mampu menjalin ikatan emosional dengan para pelanggannya. Harley mampu berempati terhadap apa yang dirasakan oleh pelanggannya. Seperti kata salah seorang pengendara Harley, Ben Berlin, yang sudah berusia 82 tahun dan telah mengendarai Harley selama 60 tahun. Ia bilang, kalau sudah mengendarai Harley, berbagai masalah seakan bisa dilupakan untuk sejenak.
Karena berhasil meraih hati pelanggan ini, tak heran jika Harley bisa memiliki komunitas fanatik yang tergabung dalam Harley Owners Group (HOG). Semula, komunitas ini dibentuk pada tahun 1983 oleh pabrikan Harley di Amerika. Seiring dengan waktu, para anggotanya sendiri yang terdorong untuk membesarkan HOG ini. Karena itu, tidak heran jika saat ini anggota HOG sudah mencapai lebih dari sejuta orang pada lebih dari 1400 chapters di seluruh dunia. HOG memang merupakan contoh klasik dari pembentukan komunitas offline yang sukses.
Sekarang, bagaimana dengan komunitas online? Salah satu contoh sukses tentu saja adalah Facebook. Situs social media yang belum genap berusia 5 tahun ini—Mark Zuckerberg meluncurkan Facebook dari kamar asramanya di Harvard University pada 4 Februari 2004—perkembangannya sangat luar biasa. Saat ini saja jumlah anggota aktifnya sudah mencapai 110 juta orang! Padahal, pada Desember 2004, jumlah anggota aktifnya baru mencapai 1 juta orang.
Perkembangan ini didorong oleh kemudahan menggunakan berbagai aplikasi dan fitur yang ada di Facebook. Selain itu, informasi pribadi dari tiap anggotanya tetap terlindungi dengan baik. Tiap anggota bisa menentukan informasi apa yang ingin di-share, dan kepada siapa saja informasi tersebut ingin di-share. Karena itu, tiap anggota bisa merasa nyaman dan aman mempublikasikan informasi pribadinya tanpa terlalu takut disalahgunakan.
Facebook memang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari para anggotanya. Setiap saat mereka mengakses situs ini untuk mengetahui kabar terbaru dari rekan-rekannya. Facebook bukan lagi sekadar situs web, namun sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Perkembangan Facebook juga tidak terlepas dari jasa komunitas developer yang membangun berbagai aplikasi dengan menggunakan Facebook Platfom. Dengan demikian, perusahaan yang berpusat di Palo Alto, California, ini tidak perlu membuat sendiri berbagai aplikasi untuk para anggotanya.
Komunitas Harley-Davidson dan Facebook ini adalah contoh Social Connector. Social Connector berbasis komunitas inilah yang menjadi jenis Connector ketiga setelah Mobile Connector dan Experiential Connector yang sudah dijelaskan pada tulisan-tulisan sebelumnya.
Nah, selain Harley-Davidson yang bersifat pure offline dan Facebook yang pure online, masih ada satu lagi jenis Social Connector ini, yaitu yang merupakan hibrida antara online dan offline. Salah satu contohnya adalah Komunitas Honda Tiger Indonesia, atau yang online community-nya lebih dikenal sebagai Honda Tiger Mailing List (HTML).
Komunitas ini dibentuk pertama kalinya pada 18 Oktober 2000, yaitu saat milis HTML tersebut dibuat. Berbeda dengan HOG tadi, komunitas ini dibentuk dari bawah, dari para pemilik dan penggemar motor Honda Tiger sendiri. Berawal dari online community inilah, HTML kemudian juga masuk ke offline community, dengan secara rutin mengadakan pertemuan; atau istilahnya kopi darat (kopdar). Karena aktif baik secara online maupun offline inilah, komunitas Honda Tiger bisa berkembang menjadi salah satu komunitas terbesar di Indonesia dengan jumlah anggota milisnya mencapai lebih dari 8000 orang.
Bisa kita lihat, berbagai komunitas di atas—HOG, Facebook, HTML—mampu memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap lanskap bisnis. Inilah yang menunjukkan peranan Connector—dalam hal ini Social Connector—dalam lanskap New Wave Marketing.
--- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --
Hermawan Kartajaya

Tidak ada komentar: