The Future is Now: Lehman Brothers is Gone!

COBA, siapa yang percaya? Semua orang di seluruh dunia terkejut! Bagaimana tidak. Lehman Brothers, bank investasi terbesar keempat di AS, akhirnya jatuh bangkrut pada 15 September 2008 lalu dengan meninggalkan hutang sebesar 613 milyar dollar AS! Sebagian aset perusahaan ini di Amerika Utara—termasuk gedung kantor pusatnya di New York—akhirnya dibeli oleh Barclays. Sementara divisi bank investasinya yang ada di Eropa dibeli oleh Nomura.


Lehman Brothers tidak sendirian. Bank investasi terkemuka lainnya, Merrill Lynch, mengalami kerugian sebesar 51,8 milyar dollar AS. Merrill Lynch akhirnya diakuisisi oleh Bank of Amerika sebesar 50 milyar dollar AS. Dua bank investasi besar lainnya, Goldman Sachs dan Morgan Stanley, juga akhirnya berubah status menjadi bank komersial.

Sementara itu, American International Group (AIG), perusahaan asuransi terkemuka dunia dan perusahaan terbesar ke-18 di dunia dalam daftar Forbes Global 2000 tahun 2008, juga mengalami krisis likuiditas. AIG pada 16 September lalu akhirnya ditolong oleh The Fed yang memberikan talangan (bail-out) sebesar 85 milyar dollar AS, dengan imbalan 79,9% saham AIG. Ini merupakan talangan terbesar dari pemerintah kepada perusahaan swasta dalam sejarah AS.

Krisis ini juga melanda sejumlah perusahaan jasa keuangan yang walaupun namanya mungkin agak asing bagi kita di Indonesia, namun merupakan perusahaan besar di AS. Fannie Mae dan Freddie Mac, dua perusahaan pembiayaan perumahan terbesar di AS, juga diambil alih pemerintah karena mengalami kesulitan keuangan. Perusahaan lainnya, Washington Mutual (WaMu), bank simpan pinjam terbesar di AS, juga kolaps dan pada 25 September lalu dibeli oleh JPMorgan Chase dengan harga murah, ‘hanya’ sebesar 1,9 milyar dollar AS.

Bisa kita lihat, tsunami keuangan ini membuat sejumlah perusahaan raksasa tadi akhirnya tidak mampu lagi bertahan. Padahal, perusahaan-perusahaan ini punya sejarah yang sangat panjang. Lehman Brothers berdiri sejak tahun 1850, sementara Merrill Lynch sudah ada sejak tahun 1914, AIG sejak tahun 1919, dan WaMu sejak 1889.

Reputasi mereka juga sangat baik. Lehman Brothers dan Merrill Lynch merupakan perusahaan-perusahaan yang menjadi idaman para lulusan ivy league di AS. Dan siapa yang tidak kenal AIG, yang logonya terpampang besar di kaos klub Setan Merah, Manchester United?

Ya, inilah krisis keuangan terbesar dalam sejarah sejak peristiwa depresi besar era 1930-an. Untuk mengatasi krisis keuangan ini, Pemerintah AS sampai-sampai meluncurkan paket penyelamatan bernilai fantastis, 700 milyar dollar AS! Bisa kita lihat, lanskap New Wave makin lama makin gampang berubah.

Perusahaan-perusahaan besar yang sudah punya sejarah panjang dan penuh dengan track record jadi tidak berarti apa-apa kalau tidak cepat mengantisipasi perubahan dan langsung melakukan tindakan. Ini menunjukkan bahwa yang diperlukan perusahaan saat ini adalah Sense-Interpret-Decide-Act (SIDA), bukan lagi Plan-Do-Check-Act (PDCA).

Dalam bukunya Adaptive Enterprise, Stephan Haeckel menjelaskan bahwa perusahaan harus mampu merasakan dan menanggapi (sense-and-respond) apa-apa yang sedang dan akan terjadi di pasar. Perusahaan tidak bisa lagi sekadar membuat dan menjual (make-and-sell) produknya sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Paradigma “sense-and-respond” ini membuat sebuah perusahaan bisa menjadi adaptive enterprise di tengah perubahan lanskap bisnis yang semakin tidak bisa diprediksi.

Sementara, paradigma “make-and-sell” hanya membuat sebuah perusahaan menjadi efficient enterprise karena perubahannya masih bisa diprediksi. Di sini PDCA mungkin masih bisa berjalan karena PDCA yang dipopulerkan oleh Dr. W. Edwards Deming ini sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan kinerja sebuah proses yang telah direncanakan, bukan melakukan perubahan secara mendasar.

Kepemimpinan dalam adaptive enterprise berupaya secara aktif mencari sinyal-sinyal perubahan dari luar. Karena itulah, sistem yang ada merupakan sistem terbuka (open system). Sementara kepemimpinan pada efficient enterprise cenderung mengabaikan sinyal-sinyal perubahan dari luar, karena itulah sistem yang ada merupakan sistem tertutup (closed system). Maka, dengan semakin tingginya ketidakpastian, maka strategi yang paling tepat adalah strategi yang membuat sebuah perusahaan bisa menjadi adaptif, yang bisa sense early and respond quickly.

Karena itulah, sebuah perusahaan memerlukan C kelima selain Change, Competitor, Customer, dan Company dalam menganalisis lanskap bisnis di era New Wave. C kelima ini adalah Connector. Dengan demikian, perusahaan akan mampu dengan cepat melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi.

Hermawan Kartajaya

--- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --

Tidak ada komentar: