Jumat, 12 September 2008 MANA yang lebih penting: profit atau pangsa pasar (market share)? Bagi saya, profit lebih penting, karena profitlah yang sebenarnya merupakan modal bagi perusahaan untuk bisa berkembang.
Namun, masih banyak orang yang menganggap bahwa pangsa pasarlah yang harus dikejar. Ini terjadi karena dulu ada istilah yang namanya Profit Impact of Market Strategy (PIMS). Istilah ini sebenarnya merupakan judul laporan dari lembaga Strategic Planning Institute di Amerika. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa profitabilitas perusahaan akan meningkat seiring dengan meningkatnya pangsa pasar perusahaan tersebut. Namun, laporan PIMS ini ternyata tidak seluruhnya benar. Di Jepang, banyak perusahaan yang hancur karena mereka berebut pangsa pasar at any cost, dan berharap profit akan datang kemudian. Dalam bukunya, Can Japan Compete?, Michael E. Porter dkk. bilang bahwa salah satu penyebab kemandekan ekonomi Jepang sejak pertengahan 1980-an adalah karena perusahaan-perusahaan Jepang lebih mengejar ekspansi pasar ketimbang memikirkan masalah profitabilitas. Perusahaan-perusahaan Jepang menganut falsafah lifetime employment. Jadi, ekspansi bisnis adalah suatu keharusan untuk menampung tenaga kerja yang terus bertambah. Sementara dari sisi kepemilikan saham, 60% sampai 70% saham dari mayoritas perusahaan-perusahaan Jepang dimiliki oleh institusi-institusi yang relatif stabil dan bersahabat, seperti bank, perusahaan asuransi, dan perusahaan terafiliasi (keiretsu). Para pemegang saham seperti ini juga jarang memperjualbelikan sahamnya. Struktur kepemilikan seperti ini mendorong para manager untuk lebih fokus kepada pertumbuhan, bagaimana menciptakan lebih banyak bisnis untuk perusahaan-perusahaan terafiliasinya. Tak heran jika perusahaan Jepang sekarang ini seperti kehilangan daya saing dan pamornya dari perusahaan-perusahaan Korea Selatan dan China. Jadi, profit atau bottom line tetaplah merupakan fondasi dari bisnis. Tanpa profit, perusahaan tidak bisa berkembang dan akhirnya akan ditinggalkan oleh tiga stakeholders utamanya: customer, people, dan investor. Namun, bagaimana dengan era New Wave sekarang ini? Sebelumnya, saya ingin membahas dulu tentang meletusnya gelembung dotcom. Pada akhir 1990-an dan awal tahun 2000, banyak orang mendirikan perusahaan dotcom. Tingkat suku bunga yang relatif rendah pada tahun 1998-1999 mendorong orang untuk berinvestasi di bisnis dotcom. Selain itu, mereka juga tergiur melihat valuasi saham perusahaan-perusahaan dotcom yang sangat tinggi. Padahal, model bisnis mereka belum jelas. Nilai saham yang tinggi itu pun sebenarnya lebih disebabkan oleh spekulasi individual ketimbang indikasi prospek bisnis perusahaan-perusahaan dotcom tersebut. Akhirnya, pecah juga gelembung dotcom ini. Semua orang serentak menjual saham-sahamnya di NASDAQ ketika profit yang diharapkan tidak kunjung tiba. Letusan gelembung dotcom ini akhirnya mengakibatkan hilangnya sekitar 5 triliun dollar AS nilai pasar (market value) dari perusahaan-perusahaan teknologi selama periode Maret 2000 sampai Oktober 2002! Nah, sekarang bisnis Internet sudah lebih matang. Perusahaan-perusahaan yang mampu bertahan adalah yang revenue model-nya jelas, seperti eBay, Amazon.com, Yahoo!, dan Google. Jadi, bukan sekadar asal masuk Internet, tapi bottom line-nya belum jelas. Coba kita simak dua raksasa Internet saat ini: Google dan Yahoo! Revenue yang diperoleh Google 99%-nya berasal dari iklan. Sejumlah aplikasi iklan seperti AdWords, AdSense, Pay-per-Click (PPC) memberikan pemasukan sebesar 10,492 miliar dollar AS kepada Google pada tahun 2006. Sisa pemasukan berasal dari layanan-layanan lain seperti Google Answers dan produk-produk untuk enterprise.Sementara revenue Yahoo! sekitar 88% berasal dari layanan marketing, yang sebagian besar dari search advertising. Ini mirip-mirip dengan Google. Sisanya berasal dari layanan-layanan seperti Yahoo! Domains, Yahoo! Web Hosting, Yahoo! Merchant Solutions, Yahoo! Business Email, dan Yahoo! Store. Yahoo! memang agak terlambat menemukan model bisnisnya sehingga kurang sesukses Google. Walaupun lahir lebih dulu dan sudah jauh lebih populer ketimbang Google (baca: menguasai pangsa pasar) saat itu, Yahoo! masih mengalami kesulitan keuangan. Pada Januari 2008 lalu Yahoo! mengumumkan PHK kepada 1000 orang atau sekitar 7% dari total karyawan. Karena harga sahamnya yang terus melemah beberapa waktu belakangan ini, Yahoo! pun menjadi sasaran akuisisi sejumlah perusahaan seperti Microsoft dan News Corp., walaupun masih tetap belum terjadi deal sampai saat ini. Nah, ini membuktikan bahwa di era New Wave Marketing ini profit masih tetap nomor satu. Percuma saja menjadi raja di pasar jika tidak mampu menghasilkan profit. ---Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas---
Hermawan Kartajaya
sumber:http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/12/00095925/battling.for.profit.google.vs.yahoo
Battling for Profit: Google vs Yahoo!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar